Tuesday, January 19, 2016

Menghadapi Masyakarat Ekonomi ASEAN (MEA) Siapkah Kita ?

Oleh : Slamet Heri Winarno
Dosen Tetap ASM BSI Jakarta

Pada penghujung tahun 2015 tepatnya setelah berakhirnya bulan Desember, dunia khususnya di kawasan Asia Tenggara akan memasuki  babak baru yaitu dengan diberlakukannya Economic ASEAN Community atau Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), dan Indonesia menjadi salah satu bagiannya. Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia kehadiran MEA masih merupakan istilah dan barang baru untuk dipahami. Namun satu yang perlu kita cermati, apapun kondisi yang terjadi di negara-negara kawasan Asia Tenggara suka atau tidak MEA akan tetap berlangsung, tak terkecuali Indonesia. Tulisan ini akan membahas hal-hal yang terkait dengan MEA yang akan kita hadapi dalam beberapa hari ke depan ini.

Kita menyadari bahwa dunia berubah demikian cepatnya, dulu mungkin hanya sebagian orang saja yang  berfikir dunia akan seperti sekarang ini. Para ahli yang hidup pada jamannya dulu telah meramalkan bahwa akan terjadi perubahan yang mendasar dalam tatanan kehidupan dan interaksi antar negara. Dulu mungkin orang mengira suatu negara yang dianugerahi kekayaan alam dan sumber daya manusia yang melimpah dapat menghidupi kebutuhannya sendiri. Nyatanya tidak! Negara Indonesia yang memiliki kekayaan alam yang melimpah dan jumlah orang yang banyak lebih kurang 250,5 juta jiwa toh tidak mampu mensejahterakan dirinya sendiri. Kehadiran negara-negara lain diyakini sebagai daya tarik tersendiri dalam “memeriahkan” pengelolaan negara ini. Berbagai macam organisasi dunia telah ikuti seperti ASEAN, OPEC, APEC, G27, dan sebagainya dalam upaya menghadirkan Indonesia di kancah internasional.

ASEAN dibentuk dalam rangka meningkatkan kerjasama antar negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan Indonesia menjadi salah satu bagiannya. Sejak dideklarasikan 8 agustus 1967, kini ASEAN sudah beranggotakan 10 negara, dan menjadi organisasi yang disegani di dunia. Perkembangan kerjasama antar negara ASEAN pun mengalami peningkatan secara signifikan baik secara ekonomi, industri, budaya dan lainnya. Salah satu contoh seperti dilansir dari Kementrian Luar Negeri RI bahwa kerjasama Asean-Korsel selama kepemimpinan Indonesia, seperti pembukaan perwakilan Korsel untuk Asean (Oktober 2012), selain itu tercapai juga peningkatan kerjasama dialog politik keamanan, peningkatan hubungan pengusaha, target perdagangan $200 miliar pada 2020 melalui perdagangan bebas Asean-Korsel, serta penetapan Tahun Pertukaran Budaya Asean-Korsel pada 2017. Sebanyak 71 dari 120 proyek telah diimplementasikan dalam kerjasama Asean-Korsel, selama kepemimpinan Indonesia. Sementara 24 proyek lainnya sedang berjalan, lalu 34 lagi akan diimplementasikan hingga akhir 2015.

Mengapa MEA ?


Perlu diingat, bentuk kerjasama antar regional hanya akan berimbas pada negara-negara yang ada dalam satu kawasan saja. Artinya, kerjasama hanya ditentukan oleh perjanjian baik antar dua negara atau beberapa saja. Namun kondisi saat ini sunggulah berubah, negara-negara lain yang berada di luar daerah regional pun akan berupaya mencari peluang di kawasan tersebut. ASEAN yang merupakan salah satu bentuk organisasi yang mengedepankan kerjasama regional negara-negara di kawasan Asia Tenggara menyadari terjadinya fenomena ini. Melalui berbagai perundingan dan KTT ASEAN mulai membenahi diri guna menghadapi derasnya arus globalisasi. Mulai dari Bali Concord II 2003, Vientianne Action Programme 2004, The Signing of the ASEAN Charter and Singapore Declaration on the ASEAN Charter 2007, Entry into Force of ASEAN Charter 2008 Jakarta, Cha-am Hua Hin Declaration on the Road Map for the ASEAN Community 2009 dan ASEAN Economic Community (AEC) atau MEA 2015. Sehingga boleh dikatakan munculnya MEA telah melalui perencanaan serta pembahasan yang panjang dari para pemimpin negara ASEAN. Disepakatinya MEA 2015 tentu memiliki tujuan tertentu, yaitu menjadikan ASEAN sebagai satu wilayah dimana barang, jasa, investasi, tenaga kerja dapat berlalu lalang secara bebas, dan aliran modal yang lebih bebas. Secara ekonomi tujuan yang akan dicapai adalah:

(1) mengurangi Gap Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi di antara negara ASEAN maupun negara-negara yang tergabung dalam ASEAN dengan negara-negara ekonomi kuat di kawasan Asia  (seperti: Tiongkok, Jepang, India, Korea);
(2) mencapai Pertumbuhan Inklusif dan
(3) pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Siapkah Kita ?


Mengutip penyataan Presiden Jokowi pada acara jamuan makan malam di Kuala Lumpur Convention Centre (KLCC), Malaysia, (26/4/2015), bahwa kita harus siap dan jangan takut akan MEA karena semua negara juga takut dengan berlakunya ASEAN Economic Community (MEA), yang saat ini dibutuhkan adalah sikap optimistis karena Indonesia memiliki produk beraneka ragam dan mampu bersaing. Masih menurut Presiden, terkait komoditas yang kompetitif, beliau menyebutkan contohnya ialah minyak kelapa sawit (CPO), meskipun juga banyak dihasilkan banyak negara ASEAN lainnya selain Indonesia.

Tentunya ini akan memberikan sinyal kepada kita bangsa Indonesia harus mempersiapkan diri dalam menghadapi MEA ini yang waktunya tidak dapat ditunda lagi.  Salah satu yang menjadikan kita bangsa Indonesia tetap optimis dalam menghadapi MEA karena kita memiliki the Strong of Point yang luar biasa dibanding negara ASEAN lainnya, yaitu:

(1) Negara Terluas di ASEAN sekitar 5 juta km2;
(2) negara berpenduduk terbanyak di ASEAN lebih dari 250 juta jiwa;
(3) market terbesar di ASEAN kisaran 60%; dan
(4) sumber daya alam terbesar di dunia.

Menurut World Economic Forum – The Global Competitiveness Report 2013 - 2014 posisi Indonesia masuk dalam effeiciency driven country, berdasarkan ranking of Global Competiveness Index (GCI) Indonesia masuk dalam jajaran negara yang kompetitif bersama Malaysia, Thailand dan China. Disamping itu dari sisi sumber daya alam Indonesia memiliki peringkat yang luar biasa, dengan pendapatan 3000 dollar per kapita dan diyakini pada tahun 2025 Indonesia akan mengalami bonus demografi yang akan menjadi kekuatan tersendiri untuk bersaing. Dengan berbagai kebihan-kelebihan tersebut maka kesiapan menghadapi MEA merupakan sebuah keniscayaan bagi Indonesia.
Kendala utama yang dihadapi oleh bangsa ini adalah minimnya sumberdaya manusia yang memiliki high quality dalam berbagai sektor. Biro Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang tahun 2010 lebih dari 50% masyarakat kita hanya berpendidikan dasar, hanya sekitar 7,3% saja yang mengenyam pendidikan tinggi. Jumlah TKI kita yang tersebar pada sektor informal masih lebih besar dibanding sektor formal. Laporan Kemenakertrans tahun 2010 menyebutkan bahwa sekitar 270.000 orang ada di sektor formal dan 470.000 orang ada di sektor  informal.

Menghadapi MEA bagi Indonesia saat ini merupakan sebuah keharusan, untuk itu perlu upaya dan strategi seperti yang dicanangkan oleh pemerintah antara lain:

(1) peningkatan daya saing SDM;
(2) peningkatan laju ekspor;
(3) peningkatan efisiensi pasar barang dan tenaga kerja;
(4) reformasi regulasi;
(5) perbaikan infrastruktur;
(6) reformasi kelembagaan dan pemerintah;
(7) peningkatan pendidikan, pelatihan dan keterampilan;
(8) penciptaan entrepreneurship society;
(9) menghilangkan potensi rent-seeking; dan
(10) membangun institusi keuangan yang modern

Pada akhirnya keberhasilan bangsa Indonesia dalam menghadapi MEA ditentukan oleh sejauhmana kesiapan para pelaksana bangsa ini dalam mempersiapkan berbagai kondisi serta mampu memanfaatkan seluruh peluang yang dimiliki. Kita berharap semoga pemerintah dengan dukungan seluruh lapisan masyarakat saling bahu membahu menghadapi perubahan dunia menuju era yang lebih global dan bebas ini.

Comments System

Disqus Shortname