“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu
dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan
mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang
sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang
telah diridhaiNya untuk mereka dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan)
mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa . Mereka tetap
menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku” (Q.S. An-Nur:
55)
Jalan dakwah yang penuh aral
melintang serta onak duri senantiasa digaungkan, lantas mungkin pertanyaaan
kita apakah menjadi seorang yang memilih jalan dakwah sebagai tujuan hidupnya
akan terus menghadapi pukulan dan merasakan penyiksaan tanpa mengadakan
perlawanan ?
Ada baiknya kita membuka kembali
lembar Sirah Nabawiyah. Rasulullah
SAW dan kaum Muslimin yang menyertainya pernah mengalami penyiksaan dan
gangguan yang menyakitkan dari kaum Musyrikin di Makkah. Pada suatu hari
Rasulullah SAW melewati keluarga Yasir yang sedang berjuang menghadapi pedihnya
penyiksaan, kemudian Rasulullah SAW berpesan kepada mereka :
“ Bersabarlah, wahai keluarga Yasir!
Sesungguhnya janjimu adalah sorga”
(Diriwayatkan oleh Al-Hakim)
Mereka telah bersabar
sehingga Yasir dan istrinya Sumaiyah, syahid di bawah cambukan penyiksaan.
Rasulullah SAW, belum
pernah memerintahkan kepada seorangpun dari kaum Muslimin agar membalas
penyiksaan dengan kekuatan yang ada saat itu. Sebab, usaha apa pun yang serupa
dengan perlakuan tersebut tidak dapat menghentikan permusuhan, bahkan akan
menambah kekejamannya dan membuat mereka semakin garang dalam memusnahkan kaum
Muslimin yang masih sedikit.
Dan ketika penyiksaan
dirasakan teramat memberatkan sebagian kaum Muslimin, maka salah seorang dari
mereka berkata kepada Rasulullah SAW : “Tidakkah
engkau sudi memintakan pertolongan untuk kami? “ Maka wajah Rasulullah SAW
senantiasa berubah menahan kemarahan, seraya bersabda : “Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu ada yang dimasukan ke dalam lubang
lalu dibelah dengan gergaji, sehingga terkelupaslah daging dan tulangnya. Semua
itu tidak memalingkan mereka dari agama mereka.” Kemudian Rasulullah SAW
memberikan berita gembira kepada mereka bahwa pada akhirrnya Islamlah yang akan
menang, lalu Rasulullah SAW bersabda : “Tetapi
kalian tergesa-gesa”.
Sesudah hijrah dan pada
awal terbentuknya basis dakwah bagi kaum Muslimin, kita dapati bahwa Rasulullah
SAW tidak pernah berpikir untuk menghadapi kaum Musyrikin dengan kekuatan.
Ketika keluar ke Badar, yang dituju Rasulullah SAW adalah kafilah perdagangan;
bukan perang. Tetapi Allah menghendaki terjadinya peperangan dengan pengetahuan
dan Taqdir-Nya. Maka serta merta Rasulullah berdiri di bawah kendaraannya
seraya memanjatkan do’a kepada Rabb-nya sampai selendangnya terjatuh dari kedua
pundaknya :
“ Ya Allah, jika jama’ah ini kalah maka Engkau tidak akan lagi disembah
di muka bumi.”
Do’a ini berarti bahwa
Rasulullah SAW, sesuai dengan perhitungannya sebagai manusia masih
mengkhawatirkan kekalahan kaum Mukminin yang masih sedikit di dalam peperangan
itu, sehingga dapat menggakibatkan terhentinya perjalanan dakwah. Tetapi dalam
perhitungan Allah justru mengakibatkan kemenangan bagi kaum Mukminin dan
kekalahan yang memalukan bagi musuh-musuh Allah.
Fitnah dan Tuduhan Palsu Musuh-musuh Allah
Para musuh Allah, dalam
memerangi dakwah Allah, pasti akan menyuguhkan tuduhan-tuduhan palsu kepada
masyarakat atau opini umum. Tuduhan-tuduhan ini biasanya dilontarkan oleh
sistem yang sedang berkuasa di suatu negeri dan kroni-kroni yang berusaha
menghancurkan pergerakan Islam. Tuduhan ini yang akan terus dijadikan dalih
dihadapan rakyat untuk memukul dan menghancurkan mereka dengan tuduhan yang
diulang-ulang.
“Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang
bathil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya;
adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah
Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.” (Ar-Ra’d : 17)
Jika seorang yang telah
menceburkan diri di jalan dakwah ini memiliki ambisi duniawi dan menjadikan
agama sebagai kedok memenangkan tujuan politik semata, lalu mengapa mereka
tetap bertahan berjalan di atas jalan ini kendatipun harus menghadapi berbagai
penderitaan dalam bentuk fitnah, pemenjaraan, penyiksaan, pengusiran,
perampasan, bahkan pembunuhan, dan lain sebagainya.
Belumkah mereka tersadar
bahwa cara mereka itu (menjadikan agama sebagai tameng untuk tujuan duniawi)
tidak mendatangkan keuntungan duniawi, tetapi justru menghadapkan mereka pada
berbagai ujian, penderitaan, dan kerugian duniawi ? Jika memang demikian, maka
mereka harus menempuh cara dan jalan lain, yaitu jalan orang-orang yang telah
berhasil mendapatkan keuntungan duniawi dengan mudah tanpa menghadapi rintangan
yang pernah dihadapi orang-orang terdahulu sebagaiman dilakukan oleh
partai-partai politik sekuler.
Ini tidak berarti bahwa
para penggiat dakwah adalah orang-orang yang terbebas (ma’shum) dari kesalahan. Tetapi harus dibedakan kesalahan yang
bersifat individual yang tidak dapat dihindari terjadinya oleh Jama’ah atau gerakan manapun, bahkan Jama’ah pertama dimasa Rasulullah SAW. Sebagian
orang yang tidak segan-segan, menuding qiyadah
sebagai biang terjadinya tribulasi dan pukulan akibat kesalahan-kesalahan
yang dilakukannya. Padahal pandangan yang seperti demikian adalah amat keliru
dan tidak dapat diterima.
“Sifat keberanian tidak akan muncul kecuali dengan kesabaran,
ketekunan, kesungguhan, dan amal usaha yang terus menerus. Barangsiapa diantara
kalian yang ingin cepat memetik buah sebelum matang, atau memetik bunga sebelum
waktunya, maka aku tidak bersamanya sama sekali dan sebaiknya ia meninggalkan
dakwah ini. Barangsiapa bersabar bersamaku, hingga benih itu berkembang tumbuh
menjadi pohon yang besar, berbuah sampai tiba saatnya untuk dipetik, maka
ganjarannya terserah pada Allah semata. Kita dan dia tidak akan terlepas dari
dua kebaikan ini, menang dan berkuasa atau mati syahid dan kebahagiaan.
Sesungguhnya jika kamu mencari ridho Allah dan ganjaran dari-Nya pasti
kamu dapatkan selama kamu ikhlas. Allah tidak akan membebani kamu untuk memetik
buah amal usaha. Tetapi, Dia membebani kebenaran niat dan kebaikan persiapan
(usaha). Mungkin kita salah. Lalu, mendapat ganjaran sebagai orang yang beramal
dan berijtihad. Atau kita benar, lalu mendapatkan ganjaran orang-orang yang
memperoleh kemenangan dan kebenaran.“ (Syahid Hasan Al-Banna)
Tidak ada pilihan lain,
kecuali tetap bekerja, tetap melakukan yang terbaik, tetap melayani, tetap
mengajarkan, tetap berkonsisten pada karya untuk amal-amal terbaik ini. Hingga
kemenangan dan ambisi untuk mendapatkan ridha Allah, ni’mat Allah, sorga Allah,
ampunan Allah, rahmat Allah dan keselamatan dari api neraka yang hanya menjadi
cita-cita bagi orang-orang yang menyambut seruan Allah dalam kondisi berdiri,
berbaring, maupun terpejam sekalipun. WaAllahualam
*dari berbagai sumber