Wednesday, October 30, 2013

Pemimpin Harus Kuat

Banyak pendapat mengatakan bahwa peran pemimpin dalam skala apapun adalah sangat strategis. Unit masyarakat yang paling kecil,  keluarga misalnya, akan menjadi kuat manakala dipimpin oleh  seorang kepala keluarga yang kuat. Sebaliknya, manakala kepala keluarga tidak memiliki kekuatan apa-apa, maka institusi itu akan lemah. Demikian pula masyarakat pada umumnya, selalu tergantung kepada kekuatan pemimpinnya.
Kita melihat lembaga pendidikan sejenis, namun keadaannya  beraneka ragam. Sebagian  lebih maju, dinamis, dan berkembang cepat, sementara yang lain stagnan dan tertinggal.  Kedaan seperti itu bukan karena faktor kebetulan, melainkan disebabkan   masing-masing lembaga pendidikan dimaksud   memiliki kualitas pemimpin yang berbeda-beda.

Sebagian lembaga pendidikan menjadi maju oleh karena  pemimpinnya memiliki visi jauh ke depan, jaringan kerjasama yang luas, mampu memberikan arah dan semangat terhadap semua yang dipimpinnya, dan bahkan juga kasih sayang kepada semuanya secara adil. Kelebihan pemimpin seperti itu menjadikan institusi yang bersangkutan menjeadi maju.

Demikian pula dalam skala yang lebih besar, sebuah negara menjadi maju, berkembang, dan bahkan unggul dari negara lain  adalah juga salah satunya disebabkan  oleh faktor pemimpinnya.  Pemimpin negara yang kuat akan mampu menggerakkan rakyatnya untuk menggali dan menggembangkan berbagai potensi yang dimiliki, sehingga negara itu menjadi  berkembang dan  maju. Oleh karena itu, keberadaan pemimpin yang kuat menjadi mutlak. Pemimpin tidak boleh  memiliki jiwa, pikiran,  dan bahkan fisik yang lemah. Kelemahan itu akan berakibat kepada masyarakat yang dipimpinnya.

Namun demikian,  mencari pemimpin yang kuat tidak selalu mudah. Untuk menjadi seorang pemimpin di masyarakat yang demokratis seperti di Indonesia ini, selain sulit  juga tidak murah. Seorang calon pemimpin tidak cukup hanya berbekal kekayaan berupa banyak ide, kepintaran, dan kecerdasan. Yang terlihat pada akhir-akhir ini, seorang calon pemimpin harus berbekalkan dana yang cukup untuk membiayai pencalonannya itu.

Keadaan yang dimaksudkan itu kemudian memuncul istilah dalam wacana politik, misalnya biaya politik,  investasi politik, resiko politik, broker politik, dan lain-lain yang selalu dikaitkan dengan uang. Orang yang memenuhi syarat menjadi pemimpin, baik dari aspek kecerdasan, komunikasi, dan lain-lain, tetapi tidak memiliki modal  material yang cukup, maka  yang bersangkutan terpaksa akan menerima para investor politik. Jika demikian itu yang terjadi, maka pemimpin yang dihasilkan  sudah tidak memiliki kekuatan sepenuhnya lagi.

Kekuatan pemimpin yang dibiayai oleh para investor politik akan menjadi lemah. Mereka sudah tidak lagi memiliki otoritas dan bahkan kedaulatan dirinya  sendiri. Keberadaannya sudah tergantung kepada para investornya. Pemimpin seperti itu tidak duduk melainkan didudukkan, atau tidak berdiri atas kekuatan dirinya sendiri melainkan diberdirikan. Pemimpin seperti itu, tentu menjadi  tidak kuat. Pada awalnya, mereka itu dinilai cerdas, bijak, jujur, dan ikhlas, tetapi kekuatannya itu akan segera hilang dan beralih kepada pemilik modal atau para investornya.

Sebenarnya, seorang pemimpin yang selalu tergantung pada kekuatan di belakangnya adalah sangat berbahaya. Pemimpin seperti itu tampak  kuat tetapi sesungguhnya sangat lemah.  Memang, boleh-boleh saja  seorang pemimpin disangga oleh kekuatan lain di belakangnya sebagai pendukung, tim sukses, atau apalah namanya,  akan tetapi otoritas,   kedaulatan pribadi, atau kebebasan  yang bersangkutan tidak boleh diganggu.  Pemimpin harus selalu berorientasi kepada masyarakat yang dipimpinnya dan bukan  sebatas kepada para pendukung atau tim suksesnya.

Pemimpin harus mampu berdiri secara tegak dan kokoh dalam berbagai halnya. Pemimpin tidak boleh hanya sekedar didudukkan, tetapi sebaliknya harus mampu duduk atau berdiri secara mandiri. Kemandirian itulah yang sangat diperlukan oleh seorang pemimpin, sehingga yang bersangkutan benar-benar secara leluasa bisa berbuat untuk mereka yang dipimpinnya.

Akhir-akhir ini, seringkali terdengar adanya  pemimpin yang hanya didudukkan dan bukan duduk atas kekuatannya sendiri. Akibatnya,  keberadaannya sangat lemah.  Seolah-olah  komunitas itu  memiliki  pemimpin,   tetapi senyatanya, pemimpin  itu tidak ada.  Sedangkan yang ada,  hanyalah para investor. Padahal,  pemimpin itu harus ada dan kuat, serta tidak tergantung pada siapa pun,  kecuali kepada Tuhannya. Dengan begitu maka, baru boleh berharap, institusi yang dipimpinnya menjadi maju. Wallahu a’lam.


Penulis : Prof. Dr. Imam Suprayogo, M. Si (mantan Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang)

Comments System

Disqus Shortname