Thursday, May 30, 2013

Jusuf Kalla Vs Aburizal Bakrie

Tiket Capres tunggal dari partai berlambang pohon beringin yang akan maju dalam Pilpres 2014 kini tengah diperebutkan. Kebimbangan tengah melanda Partai Golkar untuk memilih antara Aburizal Bakrie atau Jusuf Kalla. Tak ingin berlama-lama dalam kebimbangan, Ical sebagai Ketua Umum langsung mengumumkan percepatan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) dari Oktober 2012 menjadi Juli 2012. Benarkah Rapimnas nanti hanya untuk menetapkan Ical sebagai calon tunggal Pilpres 2014 dari Partai Golkar dan apa tanggapan partai lain menghadapi calon kuat dari Partai Golkar?

Partai Golkar pantas optimis. Betapa tidak? Dari hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) ternyata partai berlambang pohon beringin ini memiliki tingkat elektabilitas pada posisi yang tertinggi. Partai Golkar berada di urutan teratas dengan perolehan suara 17,7 persen, disusul PDIP 13,6 persen dan Demokrat 13,4 persen. Sementara partai politik baru NasDem di urutan keempat dengan 5,9 persen, mengalahkan partai menengah yang sudah lama eksis seperti PKB, PAN, PPP, dan PKS.

Hasil survei ini disambut positif oleh jajaran internal Partai Golkar. Di balik tingkat elektabilitas yang semakin menanjak meninggalkan partai-partai pesaingnya dalam meyakinkan hati pemilih rakyat Indonesia, saat ini kondisi internal Partai Golkar dibenturkan dengan masalah yang bisa memecah kesolidan internal partai, terutama terkait pencalonan presiden yang akan diusung oleh Partai Golkar.

Meskipun Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 masih dua tahun lagi, saat ini Partai Golkar sedang bersitegang. Pasalnya berdasarkan hasil survei elektabilitas Aburizal Bakrie atau biasa disapa Ical sebagai Ketua Umum Partai Golkar jauh tertinggal dari mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla. Berdasarkan hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) posisi JK meninggalkan Ical. JK mendapat 7% suara, sedangkan Ical hanya 5,6% suara. Posisi pertama dan kedua diduduki Megawati Soekarnoputri dengan 15,6% suara dan Prabowo 10,6% suara.

Meskipun dari hasil survei tersebut nama Jusuf Kalla lebih unggul, Ical selaku Ketua Umum Partai Golkar menegaskan akan maju untuk Capres dari partainya. Begitupun mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla (JK) yang siap maju dalam Pilpres 2014. Untuk merespon keinginan dua kader Golkar tersebut, Partai Golkar langsung memutuskan untuk mempercepat Rapat Pimpinan Nasional yang semula diagendakan pada bulan Oktober 2012 menjadi Juli 2012. Tujuan percepatan Rapimnas agar tidak ada dualisme calon presiden yang akan diusung Partai Golkar.

Menurut sumber The Politic, Rapimnas Golkar yang dipercepat merupakan bentuk kekhawatiran Ical. Maklum, Ical yang sudah ngebet jadi Presiden sudah tak sabar mengumumkan ialah calon presiden tunggal dari Golkar. “Kan waktu ibunya Ical masih ada, dia nggak berani umumkan pencalonan tunggal dirinya, meski di Rapimpnas semua DPP mencalonkan Ical. Itu karena menjaga amanat ibunya Ical yang tak ingin melihat anaknya jadi Presiden selama ia masih hidup. Mungkin karena ibunya belum lama ini tiada, membuat Ical siap mengumumkan pada publik. Maklum Ical ini meski ambisius tapi sangat tunduk pada ibunya,” jelas sember.

Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham mengatakan, percepatan Rapimnas tersebut tidak  berarti Golkar menutup jalan bagi calon lain selain Ical.  Hal ini karena penentuan calon presiden dari Golkar ditentukan lewat sistem. Oleh karena itu, Golkar tidak bermaksud membatasi siapa yang akan maju di Pemilu 2014 nanti. "Kita mengambil langkah-langkah tidak pernah membuka atau menutup peluang. Golkar besar karena sistem jadi yang menentukan adalah sistem, dan yang punya suara adalah daerah. Aspirasi berkembang secara kuat dari suara DPD di seluruh Indonesia," kata Idrus di DPP Partai Golkar.
Idrus Marham juga tidak membenarkan hasil survei oleh salah satu lembaga survei. “Survei dari mana itu. Survei kan banyak. Sebenarnya sudah ada rekomendasi ketika DPD seluruhnya mendesak Ical dicalonkan, dan  Pak Ical mengatakan dia bersedia, tapi harus melakukan sosialisasi. Usulan DPD ini sesuai dengan elektabilitas Ical yang sedang meningkat saat ini,” cetusnya.

Pencapresan Tunggal.
Bagi politisi berlambang Pohon Beringin  Lalu Mara Satria Wangsa, perseteruan atau dualisme pencalonan presiden antara Ical dan JK tidak masalah, sebab Partai sudah menentukan siapa calon tunggalnya. Hal itu sudah tertera dalam hasil keputusan Rapimnas II. “Kalau lihat buku rekomendasi saya bicara fakta sajalah. Rekomendasi keputusan Rapimnas II itu sudah jelas meminta kesediaan Pak Ical untuk maju sebagai calon presiden tahun 2014,” ujarnya di kantor DPP Partai Golkar, Jumat (20/04).

Permintaan Ical untuk maju sebagai Capres dari Partai Golkar menurut Lalu Mara merupakan permintaan aspirasi dari bawah (DPD, -red). Saat ini sudah ada 28 DPD meminta Pak Ical maju sesuai rekomendasi. Para petinggi dan sesepuh juga sudah mengetahui hasil keputusan Rapimnas II pada 26-28 Oktober 2011. Menanggapi peluang JK untuk maju sebagai calon presiden dari Partai Golkar, Lalu Mara kembali menegaskan bahwa sudah jelas dari keputusan Rapimnas II adalah Aburizal Bakrie yang akan maju sebagai Capres dari Partai Golkar. “Sekarang yang menjadi Ketua Umum Aburizal Bakrie, untuk menjaga marwah partai ya Ketua Umum,” tutupnya.

Lain halnya dengan mantan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla yang melihat pencalonan Presiden dari Partai Golkar sekadar wacana yang bisa berubah sewaktu-waktu. Menurut JK, ada faktor survei internal yang harus diperhitungkan terlebih dulu oleh Aburizal Bakrie. Tampilnya Ical menurut JK bukan merupakan penghalang langkahnya untuk maju. “Apa yang dihadang, coba? Enggak ada itu hadang-menghadang, saya mempersilakan Golkar mempercepat Rapat Pimpinan Nasional untuk menjaring calon presiden,” kata JK di Gedung Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Jakarta, Selasa (10/4).

Belum Ada Pedoman Baku.
Menanggapi kisruh internal dalam partainya, Ketua Dewan Penasihat Partai Golkar Akbar Tandjung angkat bicara. Menurutnya proses penerapan pemilihan Presiden dalam Partai Golkar belum final. Untuk menentukan siapa yang maju menjadi Capres dari Golkar, menurut Akbar Tandjung harus ada pedoman yang baku mengenai mekanisme dan tata cara dalam pemilihan calon presiden. Nama JK dan Ical sendiri sudah disebut-sebut sebelum keduanya masuk ke dalam mekanisme pemilihan sebagai Capres dari Golkar.

Walaupun sudah disahkan dalam Rapimnas dan Ical sudah direkomendasikan, tetapi menurut Akbar harus ada tata cara dan sistem internal untuk mekanisme pemilihan calon presiden dari Partai Golkar. Untuk menuju ke arah sana, dari Partai Golkar belum ada pedoman yang baku dan belum ada pembicaraan mengenai hal itu. “Proses percepatan pencalonan Presiden itu belum final masih berjalan, bahkan tata cara dan sistem mekanisme belum ada pedoman yang baku. Memang dalam Rapimnas Ical sudah disebut dan direkomendasikan, dan sudah disahkan dalam Rapimnas,” ujarnya ketika dihubungi The Politic, Minggu (22/04).

Akbar lebih sepakat seperti konvensi tahun 2004. Pemilihan Capres dari Partai Golkar harus dengan sistem yang terbuka, sistematis, yang disaksikan banyak anggota. Melalui konvensi 2004 lalu, menurut Akbar Partai Golkar telah banyak mendapatkan apresiasi dari mata publik, di mana Golkar diangkat namanya. Hal itu dikarenakan adanya dukungan penuh. Ketika disinggung mengenai dipercepatnya Rapimnas, ia tidak mengetahui alasan pasti mengapa Golkar memercepat Rapimnas. “Rapimnas menurut saya bukan untuk menentukan siapa Capres yang akan maju dari Golkar, melainkan membahas mekanisme pemilihan Presiden secara sepakat sebelum kita menentukan Presiden dengan pasti,” ujarnya.

Akbar Tandjung juga menyambut baik ajakan Aburizal Bakrie untuk bertemu membahas penetapan calon presiden. Pertemuan ini terkait dengan protes sejumlah elit Golkar atas percepatan Rapimnas yang akan dilaksanakan Juli 2012. Ajakan yang ditujukan kepada para sesepuh dan petinggi Partai Golkar seperti Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, dan Sri Sultan Hamengku Buwono X disampaikan Wakil Sekjen Golkar Nurul Arifin. Pertemuan ini dimaksudkan untuk membicarakan rencana percepatan Rapimnas yang rencananya digelar Jumat (27/4). “Kalau memang mau diajak ketemu itu bagus, jadi ada komunikasi, tetapi saya belum mendapat undangan,” kata Akbar.

Perpecahan Internal.
Rencana percepatan Rapimnas ke bulan Juli 2012 dengan agenda pencalonan tunggal calon presiden dari Partai Golkar menurut Pengamat Politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Gun Gun Heryanto bisa menimbulkan perpecahan, bahkan perang saudara. Pencalonan diri Ical yang tidak berdasarkan atas hasil survei berarti melanggar pernyataan dirinya sendiri. Pasalnya Ketua Umum Partai Golkar ini pernah mendeklarasikan bahwa pencalonan Presiden dari Partai Golkar berdasarkan hasil survei. Kalau dilihat dari berbagai lembaga survei nama JK-lah yang lebih unggul daripada Ical. Dengan tidak adanya komitmen pada diri Ical yang ingin maju sebagai calon presiden tunggal dari Golkar untuk Pemilu 2014 mendatang akan menyebabkan terjadinya perang saudara di kalangan internal Golkar. Tindakan Ketua Umum DPP Golkar (Ical)  yang nekat memaksakan adanya Rapimnas pada bulan Juli untuk menggiring 33 DPD Golkar secara aklamasi menetapkan Ical sebagai Capres bisa menciptakan ketegangan dalam internal Golkar.

Gun Gun menambahkan, ketegangan itu setidaknya telah melibatkan beberapa kader potensial Golkar seperti Ical, Akbar Tandjung dan Jusuf Kalla serta salah satu pimpinan Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR), Hajriyanto Tohari. ”Kalau tidak terfasilitasi dengan komunikasi politik yang efektif maka akan menjadi bumerang tersendiri di tubuh Golkar. Dengan begitu perpecahan internal tidak bisa dihindari. Perpecahan internal setidaknya ada empat kubu. Sumber masalahnya Ical terlalu terburu-buru  mempercepat Rapimnas. Hal itu bisa menciptakan ketegangan yang belakangan menjadi semakin mengeras. Perang saudara di internal Golkar setidaknya telah melibatkan empat kubu yang sedang bertempur secara terbuka, Ical, Akbar Tandjung, Jusuf Kalla, dan wakil kelompok muda pendatang baru Hajrianto Tohari," jelasnya.

Menurut Gun Gun Heryanto, untuk menghindari perpecahan di tubuh internal, Partai Golkar seharusnya menjalankan mekanisme jalannya demokrasi secara internal. Sebagai partai besar Golkar akan menjadi prototype bagi partai tengah ataupun kecil. “Golkar seharusnya mempertahankan tradisi seperti dulu, misalnya melakukan konvensi.  Itu seharusnya ditradisikan ulang sehingga publik akan menilai positif terhadap Partai Golkar. Tapi saya melihat di bawah kepemimpinan Ical ini konvensi tidak mungkin dilakukan karena Ical khawatir adanya kekuatan yang lebih darinya. Apalagi tingkat elektabilitas Ical lebih rendah dibanding JK. Persepsi publik terhadap Ical karena terlalu banyak beban sejarah yang negatif, seperti terkait kasus Lapindo dan berbagai kasus dengan kelompok bisnisnya,” paparnya.

Sebagai calon presiden Ical memiliki beban sejarah sosial yang besar dan buram.  Gun Gun menambahkan bahwa dengan bersikukuhnya Ical ingin maju sebagai calon presiden dari Partai Golkar disinyalir ingin memproteksi bisnisnya di Indonesia. "Keinginan kuat Ical kemungkinan besar ditujukan untuk memproteksi beberapa bisnis Ical yang sedang bermasalah, salah satu perusahaan yang bermasalah adalah Lapindo Brantas yang masih dipermasalahkan oleh warga Sidoarjo. Untuk meningkatkan citra positifnya Ical harus lebih turun ke masyarakat. Seharusnya Ical jangan terburu-buru. Sebenarnya dia sudah bagus ketika elektabilitasnya rendah dia turun ke bawah melakukan inisiasi pelayanan fasilitas publik. Sehingga Partai Golkar mendapatkan simpatik publik. Apabila Ical tetap kukuh, citra Golkar akan negatif. Sehingga akan mengurangi suara Golkar pada Pemilu tahun 2014,” jelasnya.

Bom Waktu.
Jika dicermati pencalonan Presiden dari Partai Golkar sejak zaman Akbar Tanjung hingga Jusuf Kalla, Partai Golkar memang tidak memiliki mekanisme yang baku. Hal tersebut dinyatakan oleh pengamat politik dan Direktur Komunikasi Publik LSI, Burhanudin Muhtadi. Ia melihat Partai Golkar tidak memiliki mekanisme penetapan calon presiden sehingga akan menjadi bom waktu bagi partai itu sendiri. Kondisi ini bisa mengukuhkan opini bahwa siapa pun calon presiden yang diajukan partai itu selalu kalah dalam Pemilu. "Golkar selama ini tidak punya mekanisme yang baku soal penetapan Capres. Ini akan menjadi bom waktu bagi Golkar kalau tidak terjadi satu kesepakatan di kalangan elit soal mekanisme pencapresan," ujarnya.

Dengan tidak jelasnya mekanisme pencapresan itu, menunjukkan bahwa pasca-reformasi Golkar tidak solid lagi sehingga muncul fenomena rivalitas Ical dan JK. Burhanuddin mengakui rivalitas itu muncul setelah adanya desakan elit partai yang berada di lingkaran dalam Ical untuk mempercepat Rapimnas. Rapimnas itu bertujuan untuk memastikan Ical menjadi satu-satunya Capres Golkar. "Rapimnas dipercepat karena ada kegalauan dari pendukung Ical terkait adanya mekanisme survei untuk menentukan Capres dari Golkar di mana Jusuf Kalla (JK) lebih laku dijual daripada Ical," ujar Burhanuddin.

Senada dengan Burhanuddin, Ketua DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul melihat kesiapan Ical untuk maju sebagai calon presiden telah menimbulkan banyak pro dan kontra. Hal tersebut sudah membuktikan bahwa Partai Golkar belum siap untuk melangkah menuju persaingan untuk mendapatkan posisi RI 1. Menurut politisi asal Partai Demokrat ini, saat ini Golkar memiliki sangat banyak kader yang berkesempatan maju pada Pilpres 2014. Dari kader-kader tersebut, semakin terlihat ketidaksiapan Ical dalam memberikan ruang kepada para kader tersebut.

"Di Golkar ada JK, Ical, Akbar Tandjung, Agung Laksono, dan Fadel Muhammad. Sayangnya, dari kelima orang tesebut, tidak ada satu orang kader pun yang bisa memberikan keyakinan kepada masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Sebab, kelima orang itu masing-masing mempunyai catatan yang kurang bisa diterima masyarakat. Kalau Ical bagaimana dengan Lapindo dan pajak, JK semua orang sudah tahulah, Agung Laksono...haha…kalian juga sudah mengikutinya. Nah kalau Fadel Muhammad karena merasa muda," papar Ruhut.

Pergerakan yang dilakukan Ical di sejumlah daerah dalam kaitannya dengan pencalonan dirinya sebagai Presiden, menurut Ruhut tidak perlu dikhawatirkan oleh pesaing. Sebab dirinya merasa yakin Golkar akan mengalami perpecahan seperti yang terjadi pada beberapa Pemilu pasca-reformasi. “Lihat saja Pemilu 2009, JK maju dari Golkar tapi nggak bisa membuktikan kepada partainya. Pada Pemilu 2004, Golkar mengajukan Wiranto itu juga tidak bisa menang. Sedangkan JK pada 2004 malah pilih ikut SBY. Aku tak pernah khawatir dengan Golkar karena akhirnya selalu pecah kongsi. Partai yang punya banyak kepala suku adalah Golkar, banyak faksi-faksi. Hanya PDIP dan PD yang memiliki satu kepala suku,” tegas Ruhut. Amir, Sopan, Leonina.

sumeber: tabloid The Politic Edisi 14

Comments System

Disqus Shortname