Farouk Alwyni telah berpengalaman selama 13 tahun
dalam sektor financial, dengan
spesifikasi pengalamannya dari insurance,
development finance, trade finance, leasing, syndicated finance, treasury &
Islamic treasury products, remittance, investment services, correspondence
banking, FI Financing & Funding, and Hajj-based FI Businesses. Setelah
sebelumnya mendirikan PT. Alwyni International Consulting, akhirnya Pak Farouk
berkarir di sektor Islamic Financial dan mulai bergabung dalam program
professional muda di Islamic Development Bank Headquarters di Jeddah, Saudi
Arabia pada tahun 1998. Berhasil menghandle ratusan juta US$ IDB trade
financial sebagai operasional dari wilayah Asia & CIS seperti
Bangladesh, Indonesia, Iran, Kazakhstan, Maldives, dan Tajikistan. Beliau
kembali ke Indonesia untuk menjadi anggota dari executive management of PT.
Al-Ijarah Indonesia Finance (ALIF), Perusahaan Sewa Islam Pertama pada tahun
2007-2009 dan PT. Bank Muamalat Indonesia (BMI) pada 2009-2011 Ketika tim Inspirasi diterima kedatangannya di kediaman
beliau yang berlokasi di sekitaran Tanah Abang, Jakarta Pusat.
Bagaimana pandangan Pak
Farouk melihat kondisi pendidikan di Indonesia ?
Hal menarik ketika
bicara pendidikan, karena termasuk dalam sejarah peradaban. Pertama-tama saya
ingin menyampaikan contoh prinsip pendidikan yang terjadi di Australia, sistem
pendidikan di sana para guru dan pengajar akan jadi lebih bingung jika para siswa
nya itu cheat (nyontek), selfish (mementingkan diri sendiri),
atau karakternya tidak beres dibandingkan dengan mereka yang tidak bisa baca
dan tulis. Australia menekankan pendidikan yang berbasis prilaku. Australia
yang sekulerisme namun menyadari kebutuhan prilaku dan kepentingan Akhlaq. Ada
penekanan nilai-nilai yang bagus dan bisa dipelajari.
Saya melihat Indonesia
sebagai negara berkembang, ada kerancuan yang terjadi antara substansi
pendidikan dengan komplement pendidikannya. Maksudnya jangan sampai orang
kuliah hanya mendapat ijazah tapi tidak mendapatkan pelajarannya. Pendidikan
bukan hanya mengajarkan menulis dan membaca tapi bagaimana menghasilkan insan
berilmu, insan cendikia sehingga punya pemihakan terhadap yang benar dan yang
salah, punya kepedulian, punya semangat
pembelaan kepada yang lemah dan yang tertindas, punya kesiapan melawan
tiraki, siap melakukan perlawanan dengan segala resiko terhadap hal yang tidak
benar dan memang harus ditumbuhkan. Kembali lagi pada basic, pendidikan prilaku dan karakter itu yang harus ditumbuhkan
dan dikembangkan integritasnya.
Mengapa kondisi pendidikan di Indonesia masih seperti ini ?
Berbicara kenapa
sebagian negara maju semakin terbelakang. Ada yang disebut faktor non
ekonomi/keuangan yang mempengaruhi ekonomi/keuangan suatu negara. Karena disitu
politik dan kepentingan yang bermain, dimana birokrasi, korupsi, dan keadilan
hukumnya menjadi tidak beres, jadi kemajuan itu bergantung pada sistemnya. Tapi
disini jati diri juga penting, sebagai orang Indonesia, jika muslim berarti
muslim Indonesia punya kepedulian kepada bangsa kita sendiri maksudnya
memanusiakan bangsa kita sendiri. Seharusnya ada mindset untuk mengangkat dan punya respect untuk peduli kepada lingkungan sekitar dan sesama yang
berada di sekitar, kita lihat bahkan di kota-kota besar saja masih banyak
kondisi yang memprihatinkan orang-orang bisa tidur sejajar dengan tempat
sampah, dan lain sebagainya.
Selama ini orientasi
kita hanya di ilmu namun tidak dititik beratkan pada karakter dan akhlak yang akhirnya
kita kehilangan, ilmu nya diperoleh juga pas-pasan dan karakter peserta didiknya
juga tidak terbangun. Coba lihat Australia, fokus pada pembangunan karakter dan
prilaku terlebih dahulu baru kemudian bisa dapat kedua-duanya yakni ilmu
pengetahuannya dan teknologinya juga dapat dan pastinya berkarakter. Karena hal
ini mampu menciptakan ketokohan dan keteladanan. Marilah jadikan orang-orang
yang berprinsip itu adalah orang-orang yang berpengaruh diantara kita.