Oleh : Kodel
Waktu matahari hampir
terbenam, lantunan suara detak jantung semakin kencang. Aku bersandar di pohon
di taman dekat air mancur yang membasahi kolam. Melirik mataku menuju hamparan
bocah-bocah lugu, menatapi tingkahlakunya yang menarik. Pandanganku menuju ke
satu titik seorang bocah yang mengasingkan diri dari keramaian, menatap dan
memperhatikan tingkahnya.
Muncul dalam benaku "Mengapa? Ada apa?" tatapan pertanyaan kepadanya. Dengan gaya yang seadanya, pakaiaan yang kurang layak dipakai, berdiam diri menundukan kepala sambil duduk tersipu malu, seakan takut, malu terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan rasa penasaran akupun menghampiri sang bocah tersebut, selangkah demi selangkah sambil mengusap keringat dari keningku.
Pada saat itu
aku dan teman - teman habis melakukan olahraga di sore hari, dengan berkeliling
taman yang terbentang luas. Setelah selasai berolahraga kamipun beristirahat
dengan keinginan masing-masing. Dan aku memisahkan diri dari teman-teman karena
melihat sekumpulan bocah-bocah yang sedang asyik bermain bersama (menarik).
Setelah
datang ke hadapan bocah tersebut, akupun langsung duduk disampingnya. Bocah itu
masih tidak terusik dengan kehadiranku, dalam benaku sempat berpikiran
"Apa mungkin karena badan ku bau saat bercucuran keringat ya, jadi ni
bocah ga mau berpaling?". Kemudian dengan rasa penasaran dengan level yang
tertinggi atau istilah kedokterannya akut, aku langsung bertanya kepada bocah
itu.
"Adik
kenapa? Ko ga gabung dengan yang lainnya?" tanyaku pada bocah itu. Alhasil
tetap saja dengan keadaan yang sama, aku di cuekin (bahasa gaul) oleh tuh
bocah.
"Adik
kakak kan bertanya, adik kenapah ko keliatan murung?" tanyaku yang kedua
kali namun tetap si bocah berdiam diri.
"Adik ko
diam terus? Kenapah?" tanyaku selanjutnya. Dan akhirnya...
Tetap pertanyaanku
tidak dihiraukan dan dijawabnya, aku pun kesal (dalam hati). Kemudian akupun
tetap tidak berpindah tempat, tetap disamping bocah itu sambil berdiam diri
(ikutan tuh bocah), walaupun tatapan si bocah menuju bumi tetapi tatapanku melihat
bocah lain yang sedang bersenang-senang.
"Kakak
siapah?", akupun langsung dibuat kaget oleh bocah itu (akhirnya dia
ngomong juga, dalam hatiku senang). Akupun menjawabnya "kakak bukan
siapa-siapa, kakak hanya penasaran melihat kamu sedang melamun entah sedang
apa, makanya kakak menghampiri adik karena penasaran, kenalin nama kakak Roby
(langsung kenalan dengan PD'percaya diri'). Nama adik siapa?", akupun
langsung bertanya.
"Nama ku
Ical ka", bocah itupun mejawab. Akhirnya bisa kenalan juga (dalam hati).
"Ka roby
perhatikan,ko kamu diam terus dari tadi. Kenapa? Boleh ka roby tahu?".
Akupun bertanya dengan penasaran.
Kemudian si
bocahpun menjawab sambil bersedih, "iya ka, ical diam karena sedang
berpikir buat mencari uang buat ibu di
rumah, buat makan kami dan buat jajan Ical ka, sedangkan Ical hanya menjadi
penjual gorengan ka".
Akupun
langsung kaget setelah mendengar perkataan ical,dan akupun merasa sedih mendengarnya.
"Emangnya
kakak-kakak kamu pada kemana? Terus ayah kamu dimana, kerja apah?", akupun
bertanya lagi.
"Ical
hanya sebatang kara ka, ayah ga tau kemana. Ical hanya berdua dengan ibu
ical", ujar ical.
Mendengar
jawabannya aku tesentak kaget mendengar ayahnya yang tidak tau pergi kemana dan
belum pernah kembali kepada ical.
"Terus
ko bukan ibu kamu yang jualan?" akupun semakin penasaran.
"Ibu
ical ga bisa jualan ka, ibu suka sakit-sakitan makanya ical yang cari
uang", Jawab ical.
Akupun tambah
sedih mendengar perkataan yang di utarakan oleh ical.
Di bawah
pepohonan yang rindang di barengi dengan gugurnya dedaunan yang
kekuning-kuningan kami berdua duduk bersama, akupun mendengarkan cerita ical
sampai detail. Setelah mendengar semua cerita dari sang bocah itu akupun
terdiam tersipu haru olehnya.
Dialah Ical,
anak laki-laki bocah polos dan lugu yang berumur kurang lebih 5tahunan,
berawakan sedang dengan rambut ikal dan berkulit sawo matang denganpakayan
seadanya, yang hidup hanya dengan ibunya yang tercinta. Tanpa ada kasih sayang
dari sang ayah karena ditinggalkan entah kemana sebelum ical lahir kedunia ini.
Demi kelangsungan hidupnya ical berjuang keras mencari secercah harapan nafkah
yang ada di kota yang keras.
Rasa
penasaranku ternyata terbayar dengan kesedihan yang tidak akan terlupakan.
Ternyata
sosok bocah itu yang benama Ical buakanlah bagian dari kelompok bocah-bocah
yang sedang bermain. Ical sedang merenung dan memikirkan cara mencari nafkah
tambahan dari hasil menjual gorengan. Gorengan yang ical jual, keuntungan nya
sangat kecil karena ical di gaji dari pemilik gorengan sangat kecil dengan
jumlah gorengan yang di jualnya banyak, itupun saratnya gorengan harus terjual
habis barulah ical mendapatkan uang. Ical terpaksa mengambil pekerjaan itu
karena tidak ada kerjaan yang lainnya.
Di hari itu
ical sedang membutuhkan uang untuk berobat ibunya yang sedang sakit, icalpun
bingung dengan cara apa mencari tambahan uang lagi. Dengan duduk beralaskan
rerumputan taman aku melihat ical bersama gorengan yang masih banyak belum
terjual semuanya berada di sampingnya. Akupun langsung membantu ical menjual
gorengan yang masih tersisa banyak itu. Akupun memanggil teman-temanku untuk
membantunya, suara-suara merdupun bermunculan dari kami. "Gorengan...gorengan...gorengan
lezat!!!" (so artis) sautan kami kepada orang-orang yang berada di taman
dengan cara yang kurang biasa. Akupun mempresentasikan gorengan yang di bawa
ical sambil menuntun tangan kanan si bocah polos dan lugu itu.
Alhasil
banyak orang-orang pengunjung yang membeli gorengan ical, ada yang membeli
dengan harga lebih ada juga yang membeli dengan harga aslinya (pelit...!!,
dalam hati gw sambil ketawa). Aku senang dan icalpun lama-lama mulai
mengeluarkan senyum senangnya, karena hasil yang di dapat 2x lipat dari hasil
biasanya (banyak).
Setelah
berhasil membantu menjual habis gorengan ical, akupun mengantar ical ketempat
pemilik gorengan untuk menyetorkan hasil dari menjual gorengannya dan ke tempat
ical tinggal bersama ibunya (rumah). Ical mandapat uang yang cukup untuk
berobat ibunya, makan serta jajan untuk ical.
Kemudian
akupun langsung membantu ibu ical berobat ke puskesmas tanpa memakai uang hasil
kerjakeras ical. Akhirnya ibunya bisa berobat dan mendapat obat untuk sehari-harinya,
icalpun gembira dan tertawa. Akupun gembira bercampur haru yang sangat mendalam
melihat ical dan ibunya dalam perjuangan untuk menghadapi kelangsungan
hidupnya. Terimakasih Ical.