Friday, October 12, 2012

Bocah, Inspirasiku yang luar biasa

Oleh : Kodel


Waktu matahari hampir terbenam, lantunan suara detak jantung semakin kencang. Aku bersandar di pohon di taman dekat air mancur yang membasahi kolam. Melirik mataku menuju hamparan bocah-bocah lugu, menatapi tingkahlakunya yang menarik. Pandanganku menuju ke satu titik seorang bocah yang mengasingkan diri dari keramaian, menatap dan memperhatikan tingkahnya.

Muncul dalam benaku "Mengapa? Ada apa?" tatapan pertanyaan kepadanya. Dengan gaya yang seadanya, pakaiaan yang kurang layak dipakai, berdiam diri menundukan kepala sambil duduk tersipu malu, seakan takut, malu terhadap lingkungan sekitarnya. Dengan rasa penasaran akupun menghampiri sang bocah tersebut, selangkah demi selangkah sambil mengusap keringat dari keningku.

Pada saat itu aku dan teman - teman habis melakukan olahraga di sore hari, dengan berkeliling taman yang terbentang luas. Setelah selasai berolahraga kamipun beristirahat dengan keinginan masing-masing. Dan aku memisahkan diri dari teman-teman karena melihat sekumpulan bocah-bocah yang sedang asyik bermain bersama (menarik).

Setelah datang ke hadapan bocah tersebut, akupun langsung duduk disampingnya. Bocah itu masih tidak terusik dengan kehadiranku, dalam benaku sempat berpikiran "Apa mungkin karena badan ku bau saat bercucuran keringat ya, jadi ni bocah ga mau berpaling?". Kemudian dengan rasa penasaran dengan level yang tertinggi atau istilah kedokterannya akut, aku langsung bertanya kepada bocah itu.

"Adik kenapa? Ko ga gabung dengan yang lainnya?" tanyaku pada bocah itu. Alhasil tetap saja dengan keadaan yang sama, aku di cuekin (bahasa gaul) oleh tuh bocah.
"Adik kakak kan bertanya, adik kenapah ko keliatan murung?" tanyaku yang kedua kali namun tetap si bocah berdiam diri.
"Adik ko diam terus? Kenapah?" tanyaku selanjutnya. Dan akhirnya...

Tetap pertanyaanku tidak dihiraukan dan dijawabnya, aku pun kesal (dalam hati). Kemudian akupun tetap tidak berpindah tempat, tetap disamping bocah itu sambil berdiam diri (ikutan tuh bocah), walaupun tatapan si bocah menuju bumi tetapi tatapanku melihat bocah lain yang sedang bersenang-senang.

Tidak lama kemudian si bocah yang berada di sampingkupun menoleh ke arahku dan bertanya.
"Kakak siapah?", akupun langsung dibuat kaget oleh bocah itu (akhirnya dia ngomong juga, dalam hatiku senang). Akupun menjawabnya "kakak bukan siapa-siapa, kakak hanya penasaran melihat kamu sedang melamun entah sedang apa, makanya kakak menghampiri adik karena penasaran, kenalin nama kakak Roby (langsung kenalan dengan PD'percaya diri'). Nama adik siapa?", akupun langsung bertanya.
"Nama ku Ical ka", bocah itupun mejawab. Akhirnya bisa kenalan juga (dalam hati).
"Ka roby perhatikan,ko kamu diam terus dari tadi. Kenapa? Boleh ka roby tahu?". Akupun bertanya dengan penasaran.

Kemudian si bocahpun menjawab sambil bersedih, "iya ka, ical diam karena sedang berpikir buat mencari uang buat ibu  di rumah, buat makan kami dan buat jajan Ical ka, sedangkan Ical hanya menjadi penjual gorengan ka".
Akupun langsung kaget setelah mendengar perkataan ical,dan akupun merasa sedih mendengarnya.
"Emangnya kakak-kakak kamu pada kemana? Terus ayah kamu dimana, kerja apah?", akupun bertanya lagi.
"Ical hanya sebatang kara ka, ayah ga tau kemana. Ical hanya berdua dengan ibu ical", ujar ical.
Mendengar jawabannya aku tesentak kaget mendengar ayahnya yang tidak tau pergi kemana dan belum pernah kembali kepada ical.
"Terus ko bukan ibu kamu yang jualan?" akupun semakin penasaran.
"Ibu ical ga bisa jualan ka, ibu suka sakit-sakitan makanya ical yang cari uang", Jawab ical.
Akupun tambah sedih mendengar perkataan yang di utarakan oleh ical.

Di bawah pepohonan yang rindang di barengi dengan gugurnya dedaunan yang kekuning-kuningan kami berdua duduk bersama, akupun mendengarkan cerita ical sampai detail. Setelah mendengar semua cerita dari sang bocah itu akupun terdiam tersipu haru olehnya.

Dialah Ical, anak laki-laki bocah polos dan lugu yang berumur kurang lebih 5tahunan, berawakan sedang dengan rambut ikal dan berkulit sawo matang denganpakayan seadanya, yang hidup hanya dengan ibunya yang tercinta. Tanpa ada kasih sayang dari sang ayah karena ditinggalkan entah kemana sebelum ical lahir kedunia ini. Demi kelangsungan hidupnya ical berjuang keras mencari secercah harapan nafkah yang ada di kota yang keras.
Rasa penasaranku ternyata terbayar dengan kesedihan yang tidak akan terlupakan.

Ternyata sosok bocah itu yang benama Ical buakanlah bagian dari kelompok bocah-bocah yang sedang bermain. Ical sedang merenung dan memikirkan cara mencari nafkah tambahan dari hasil menjual gorengan. Gorengan yang ical jual, keuntungan nya sangat kecil karena ical di gaji dari pemilik gorengan sangat kecil dengan jumlah gorengan yang di jualnya banyak, itupun saratnya gorengan harus terjual habis barulah ical mendapatkan uang. Ical terpaksa mengambil pekerjaan itu karena tidak ada kerjaan yang lainnya.

Di hari itu ical sedang membutuhkan uang untuk berobat ibunya yang sedang sakit, icalpun bingung dengan cara apa mencari tambahan uang lagi. Dengan duduk beralaskan rerumputan taman aku melihat ical bersama gorengan yang masih banyak belum terjual semuanya berada di sampingnya. Akupun langsung membantu ical menjual gorengan yang masih tersisa banyak itu. Akupun memanggil teman-temanku untuk membantunya, suara-suara merdupun bermunculan dari kami. "Gorengan...gorengan...gorengan lezat!!!" (so artis) sautan kami kepada orang-orang yang berada di taman dengan cara yang kurang biasa. Akupun mempresentasikan gorengan yang di bawa ical sambil menuntun tangan kanan si bocah polos dan lugu itu.

Alhasil banyak orang-orang pengunjung yang membeli gorengan ical, ada yang membeli dengan harga lebih ada juga yang membeli dengan harga aslinya (pelit...!!, dalam hati gw sambil ketawa). Aku senang dan icalpun lama-lama mulai mengeluarkan senyum senangnya, karena hasil yang di dapat 2x lipat dari hasil biasanya (banyak).

Setelah berhasil membantu menjual habis gorengan ical, akupun mengantar ical ketempat pemilik gorengan untuk menyetorkan hasil dari menjual gorengannya dan ke tempat ical tinggal bersama ibunya (rumah). Ical mandapat uang yang cukup untuk berobat ibunya, makan serta jajan untuk ical.

Kemudian akupun langsung membantu ibu ical berobat ke puskesmas tanpa memakai uang hasil kerjakeras ical. Akhirnya ibunya bisa berobat dan mendapat obat untuk sehari-harinya, icalpun gembira dan tertawa. Akupun gembira bercampur haru yang sangat mendalam melihat ical dan ibunya dalam perjuangan untuk menghadapi kelangsungan hidupnya. Terimakasih Ical.

Comments System

Disqus Shortname