Inspirasi – Perjalanan di kota Gudeg, dengan segala keeksotisan
tempat-tempat wisata menjadi surga tersendiri untuk para pencari objek gambar.
Untuk sekelas Bag packer dengan tiket
kereta Progo dari Stasiun Senen, Jakarta menuju Lempuyangan, Yogyakarta seharga
Rp.35.000,- kita bisa menikmati dan memulai perjalanan di negara dependen yang
berbentuk Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang kini dikenal dengan
provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kota ini memiliki batas utara
Tugu Yogyakarta, timur sungai Code, selatan Panggung Krapyak, dan barat sungai
Winongo. Dari Lempuyangan, terus berjalan kearah barat melewati kali Code yang
merupakan hulu aliran lahar dingin dari Gunung Merapi saat meletusnya, kami menuju
Jl. Malioboro; Malioboro adalah tempat
perkumpulan para pedagang kaki lima yang
dibuat sedemikian rupa menjadi tempat wisatawan turis dan mancanegara memanjakan
matanya untuk menikmati barang jualan para pedagang sepanjang kira-kira 3 KM di
pusat kota.
Mbah Suparti seorang penjual
gudeg telah berjualan selama 40 tahun di depan Hotel Mutiara, Malioboro.
Berusia sekitar 60 tahun memiliki cucu sebanyak 20 orang dari 3 anak lelakinya
adalah seorang keturunan asli Kota Yogjakarta. “Buka di internet, ndo. Gudeg
depan hotel disitu ada harga-harganya”, ungkap Mbah dengan senyum sumringahnya
sambil melayani para pembeli. Makanan berbahan dasar nangka yang diolah bersama
gula merah dan didiamkan selama satu hari satu malam, disajikan juga dengan
krecek (krupuk kulit) yang diolah dengan bumbu khasnya. Makanan ini banyak
dijajakan sepanjang jalan Malioboro dengan bakul nasi penjualnya.
Seorang nenek usia 72 tahun
bernama Mbah Harjo Perwiro, yang berjualan buah di pinggir jalan. “Mbah maunya
kerja terus, ndak mau nyusahain”, ungkap Mbah pemilik 3 orang anak dan 7 orang
cicit. “Ndak dingin, dan sudah terbiasa,” jelas Mbah yang bertempat tinggal di
Gamping dan kembali 3 hari sekali kerumahnya dan memilih tidur di emperan
jalan. Sudah selama 20 tahun menjadi penjual buah di kawasan Malioboro.
Penjual wayang yang sudah
bergelut selama 32 tahun juga nampak sangat menikmati pekerjaannya. Wayang yang
terbuat dari kulit dan kayu berjejer rapi disusunnya untuk dijajakan beserta
miniature otomotif (becak dan sepeda ontel). Biasanya Pakde Wongso (40tahun)
mampu menerima pesanan baik dalam jumlah kecil maupun skala besar untuk
pemesanan pembuatan wayang, bahkan sangat tidak keberatan jika ada yang
berminat untuk menjadi supplier untuk bisnis wayangnya.
Makanan pinggir jalan yang paling
khas di kota Yogjakarta adalah Sega kucing (nasi kucing) yang juga kini banyak
ditemukan di Jakarta. Menyediakan nasi yang dibungkus berukuran kecil dengan goreng-gorengan
dan aneka minuman hangat yang disajikan adalah pilihan paling pas dengan harga
yang sangat terjangkau. Penambah aroma sedapnya berasal dari arang sebagai
bahan pembakar dan pemanas air yang dimasak di dalam cerek.
Selain sega kucing, Ronde makanan
hangat jajanan pinggir jalan adalah menu yang diandalkan saat dinginnya kota
Yogjakarta menyelimuti. Makanan yang bebahan dasar ketan dibuat bulat
kecil-kecil yang brisi gula merah yang
ditambahkan dengan wedang jahe, roti, kacang tanah, kolang-kaling. Andi, 27
tahun sudah selama 2 tahun berdagang ronde dengan modal sendiri, setelah
sebelumnya ikut berdagang bersama bosnya. “Susahnya paling kalo lagi ada satpol
PP, berjualan di pinggir barat karena disitu trotoar untuk pejalan kaki.
Biasanya disini untuk parkir jadi penuh motor.” Pria asli Magelang ini menuturkan.
Turut melengkapi keramaian
Malioboro juga, kang Jejen seorang penjual gulali asal Garut, Jawa Barat turut
menjajakan dagangannya. Berbekal keahlian yang didapatnya dari kursus kepada
seorang temannya untuk merancang gulali menjadi bentuk yang unik berupa bunga
dan bentuk-bentuk lainnya, Kang Jejen kini juga tengah menetap di daerah
Yogjakarta bersama keluarga kecilnya yang dibangun sejak tahun 2009 lalu.
Kegiatan ekonomi jual-beli segala
aneka jajanan dan barang jualan para pedagang yang memulai aktifitasnya sejak
pagi-pagi buta setiap harinya di Pasar Beringharjo yang juga menjadi bagian
dari Jl.Malioboro. Pasar Beringharjo mempunyai makna filosofis karena juga
merupakan salah satu pilar ‘Catur Tunggal’ (terdiri dari Kraton, Alun-alun Lor
(utara), dan Pasar Beringharjo) yang melambangkan fungsi ekonomi sebagai satu
tahapan pemenuhan kebutuhan kehidupan masyarakat.
Terus berjalan kita akan melewati
benteng Vredeburg, benteng yang dibangun Belanda pada tahun 1765 dan memiliki menara
pengawas di keempat sudutnya dan kubu untuk tentara Belanda berkeliling-keliling.
Menggambarkan diorama perjuangan bangsa Indonesia sebelum meraih
kemerdekaannya. Terdapat juga Monumen Serangan 1 Maret 1949 di Yogakarta,
Gedung Bank Indonesia, dan Gedung Pos Indonesia, serta Gedung BNI disekitar
daerah 0 KM.
Tim Inspirasi juga mengunjungi
Kraton Yogyakarta, tempat yang tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal
raja namun juga menjadi penjaga nyala kebudayaan Jawa.Bangunan yang sudah
berdiri sejak ratusan tahun yang lalu namak masih kokoh berdiri dan nampak asri
serta terawat dengan baik. Kraton memiliki garis imajiner yang menghubungkan
Pantai Parangtritis dan Gunung Merapi disini kita dapat menyaksikan aktivitas
abdi dalam yang sedang melakukan tugasnya atau melihat koleksi barang-barang
Kraton. Berjalan kea rah Selatan, menyusuri daerah di belakang kompleks Kraton
ada Alun-Alun Kidul atau yang biasa disingkat Alkid, tempat yang disimbolkan
dengan gajah yang memiliki watak tenang. Mencoba atraksi yang dinamakan
Masangin, yaitu melewati jalan antara dua beringin yang ada di tengah alun-alun
dengan mata ditutup kain hitam. Konon, jika orang mampu melewatinya dan tak
serong dan menabrak makan akan dapatkan keberkahan dan keinginannya tercapai.
Masih banyak lagi objek wisata
dan tempat-tempat menarik di Yogyakarta, dari setiap sudutnya selalu menarik, tatanan yang begitu apik
dengan keramahan dan kesopanan dari masyarakat sekitar bahkan hingga kepada
para tukang becak yang menawarkan jasanya untuk mengantarkan turis lokal maupun
mancanegara berkeliling di Yogyakarta. Selalu ada kesan, selalu ada kisah,
selalu ada banyak hal untuk dibagikan untuk menjadi inspirasi.Paradiso
Yogyakarta, Surganya wisata. (DZ)

