Inspirasi – Atribut partai politik yang 'wara-wiri' di ranah kampus,
kerap saja memunculkan stigma yang bermacam-macam. Bukankah kampus daerah penimbaan ilmu dan legalitas
pencarian jati diri bukan akhirnya dijadikan sebagai lahan jualan partai
politik, lagi pula sudah jelas peraturan yang ada bagi mahasiswa dan para
akademisi untuk melepaskan atribut kepartaian jika memasuki wilayah kampus,
namun masih saja ada oknum-oknum yang tidak mengerti aturan main pendidikan
yang sengaja memampang jelas pernak-pernik idealis kepartaiannya.
Memiliki keyakinan dan ideologis bersama
partai politik secara personal dan individual tidaklah dikatakan salah secara
mutlak, namun perlu disadari kembali dimana area bermainnya, apakah dilevel
mahasiswa yang masih memiliki beban dan tanggung jawab bersama nilai IPK dan
tugas akhirnya, sehingga tidak menjadi tepat dengan disuguhkannya barang jualan
ala partai politik di ranah ini.
Menghargai sebagai proses pembelajaran dan
pengetahuan mungkin bisa saja namun perlu didukung dengan adanya sistematisasi
yang cantik sehingga sebuah ideologi tersebut tidak memunculkan kekhawatiran
dipihak manapun, untuk kampus yang memiliki puluhan ribu mahasiswa dan termasuk
urutan terbesar kedua setelah UT (Universitas Terbuka), BSI untuk segala hal
apapun dan tidak terkecuali parpol bisa menjadi barang konsumtif yang
renyah.
“Hal itu biasa dilakukan oleh oknum-oknum
tidak bertanggung jawab, juga oleh para alumni demisioner dan para dedengkot
penjaga organisasi mahasiswa dari luar,” pengakuan seorang aktifis dari UKM
Badaris.
Level kemahasiswaan memang menjadi posisi
yang matang untuk dicekoki segala ideologis apapun, karena menduduki jabatan
keMahaan nya sebagai puncak dari siswa/pembelajar untuk segal hal yang
menentukan arah jalan tujuan hidupnya, namun kembali lagi bukan ideologi
tersebut yang menjadi sumber permasalahannya namun cara dan menyesuaikan tempat
bermainnya saja.
Kampus tetaplah arena untuk pembelajaran
sebanyak-banyaknya, kampus tetaplah sebuah wadah eksperimen dan laboratorium
uji coba khazanah ilmu dan pengetahuan, kampus tetaplah sebuah entitas dimana
juga memiliki pernak-pernik keorganisasiannya sendiri meski kerap dijustifkasi
sebagai anak cicit dan miniatur dari partai politik. Namun berjualan diranah
kampus menjadi tidak cerdas akhirnya.
Biarkan saja karya terus tercipta menjadi
nilai kontributif yang membahana, agar terus menjadi saksi kesejarahan akan
sebuah nilai dan ideologi kebermanfaatan yang akan terus mengaliri dari lini
manapun, akan ada selalu secercah pembelajaran untuk terus menggaungkan
keindependenan untuk keberpihakan pada kebenaran dan kebaikan. (DZ)