Saturday, August 16, 2014

Kemana Gaung BEM BSI?


Sudah hampir 7 bulan berlalu dari penetapan Presma dan Wapresma BEM BSI yang disahkan melalui musyawarah IKBM yang dimotori oleh KPU dan MPM. Sebagai calon tunggal, Andri-Noval menuliskan sejarah baru Di IKBM BSI. Ya, aklamasi. Namun setelah beberapa bulan berlalu, BEM seakan hilang gaungnya. Kemana mereka?
Dalam grand design prokernya, BEM mencanangkan 3 program unggulan yaitu membangun relasi dengan Mahasiswa, Lembaga dan Masyarakat. Mengsusung tagline Intelektual Progressif, BEM justru dinilai lamban. Jika periode kepengurusan berakhir sampai Desember tahun ini atau januari 2015 nanti, maka waktu produktif hanya tersisa sekitar 5 bulan kepengurusan. Dengan rentang waktu tersebut, progress dalam perealisasian program kerja akan dirasa kurang optimal. 7 bulan berlalu, BEM masih saja sibuk dengan pembenahan struktur intern saja. Isu upgrading seakan terus menjadi alibi.
Berkaca pada pengalaman BEM tahun-tahun sebelumnya, BEM 2014 harusnya bisa belajar banyak. Dimana konsistensi untuk merangkul elemen IKBM harusnya dijadikan  budaya kerja. Jangan sampai kegagalan KPU dan MPM menjadi penyelenggaraa pemira di BSI tahun ini menjadi kegagalan sistemik pada BEM yang dimotori oleh Andri-Noval yang notabenenya sebagai calon tunggal. BEM lahir sebagai mediator mahasiswa yang harus siap dikritisi lantas bekerja nyata
Stagnan Akut ?
BEM 2014 seakan masih mencari jati diri. Hitungan bulan berlalu dan belum ada kerja nyata yang dampaknya bisa dirasakan langsung oleh mahasiswa. Mahasiswa yang kurang updet atau BEM yang ‘mogok’ dijalan? Pertanyaan tersebut menjadi pertanyaan general yang hanya bisa dijawab oleh BEM itu sendiri. Sejauh ini, BEM hanya terkonsentrasi pada sosialisasi door to door  dengan mendatangi organisasi-organisasi IKBM.
Optimalisasi Media Sosial
Ditengah krisis eksistensi yang melanda BEM 2014, justru muncul isu BEM di bekingi sebuah partai politik. BSI mengharamkan politik praktis di kampus. Namun tiba-tiba bukti yang di release seorang anggota group di social media mencuat ke permukaan. Seakan menjadi blunder untuk kepengurusan BEM, akun BEM BSI di jejaring social mempublish postingan berunsur pencitraan seorang politikus kader Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Hal tersebut menjadi catatan merah di awal kepengurusan BEM. Sebagian menilai akan lebih bijaksana apabila BEM mengoptimalkan fungsi jejaring social untuk sarana informasi terkait perkembangan kinerja BEM, bukan pencitraan partai politik. 

Akun jejaring social dan web blog BEM akan menjadi media efektif apabila dioptimalkan  secara cerdas dengan substansi yang sarat informasi, mengingat persentasi penggunaan media sosial di kalangan mahasiswa sangat tinggi.Tapi nyatanya akun BEM BSI (intelektual progresif) disalah satu media sosial sepi sepi saja minim informasi, web blog pun bernasib serupa.BEM mungkin tidak bisa mendatangi langsung satu persatu seluruh mahasiswa BSI yang jumlahnya puluhan ribu. Justru dengan mengoptimalkan media sosial, BEM tetap bisa merangkul mahasiswa BSI. Ditengah keterbatasan organisasi, informasi bisa tetap ter-share sekaligus sebagai announce bahwa BEM BSI itu 'ada'. Tinggal bagaimana internal BEM mensiasati untuk menciptakan media yang komunikatif sehingga ada feed back langsung antara BEM dan mahasiswa umum, minimal dari lingkup UKM dan Senat. Bukankah tagline mereka intelektual progressif ? 

Mahasiswa BSI, sejauh ini, masih menunggu kerja nyata dari sebuah lembaga mahasiswa BEM BSI. fungsi aspirasi, advokasi, koordinasi, katalisator, inisiator dan fasiltator harusnya bisa terealisasi secara utuh apabila BEM itu sendiri bergerak harmonis membentuk budaya kerja yang terstruktur dan sistematis sehingga makna dalam tagline 'intelektual progresif' bukan omong kosong semata.*Zulfah Kudo

Comments System

Disqus Shortname