Thursday, January 19, 2012

Converter Kit Seaman Tanki Bensin

PT DI Siap Produksi Masal, Pemerintah Belum Pesan
JAKARTA–Rencana pemerintah untuk melakukan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsisi mulai 1 April mendatang ternyata belum diikuti dengan persiapan matang. Buktinya, hingga kini belum ada pemesanan converter kit (tabung BBG untuk mobil) secara resmi yang dilakukan pemerintah. Padahal, pembatasan BBM bersubsidi semestinya diikuti dengan penggunaan BBG secara masal untuk kendaraan pribadi.
Kalaupun ada pemesanan, hanya datang dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebanyak 500 unit. Tapi, alat yang dibuat PT Dirgantara Indonesia (DI) tersebut hanya untuk kalangan internal kementerian. Alat-alat tersebut akan dipasang di kendaraan dinas. Direktur Teknologi dan Pengembangan PT DI Dita Ardoni Jafri mengatakan, hanya Kementerian ESDM yang sudah memesan.
Dari 500 pesanan, 200 unit di antaranya adalah Compressed Natural Gas (CNG) untuk ditempatkan di Palembang dan 300 unit berupa Liquid Gas for Vehicle (LGV). “LGV kami belum tahu mau ditempatkan di mana. Apakah Jakarta atau luar kota,” ungkap Doni, sapaan akrab Dita Ardoni Jafri kepada INDOPOS di Jakarta, kemarin (18/1). Menurutnya, PT DI tidak akan melakukan investasi pembuatan converter kit tersebut.
Tapi, sudah ada beberapa perusahaan yang mengajak perusahaan yang dulunya bernama Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) untuk bekerjasama membuatnya. “Tugas kita nantinya adalah menjaga quality system. Kalau standar dibuat Kementerian Perindustrian. Nantinya ada bengkel-bengkel yang tersertifikasi untuk memasangnya.
Sekarang baru ada 1 di Taman Tekno BSD, Serpong, Tangerang Selatan,” tuturnya. Doni menjamin, converter buatan PT DI aman. Karena, tingkat keamanan sama dengan tanki bensin kendaraan. Kepala Project Converter Kit PT DI Eko Wahono menambahkan, pihaknya sudah siap untuk membuat converter secara masal. Hanya saja, hingga kini tidak ada pemesanan secara resmi dari pemerintah.
Sehingga pembuatannya belum dapat dilakukan. Dirinya menerangkan, kapasitas produksi converter PT DI mencapai 60-70 ribu unit per tahun. Jumlah tersebut hanya untuk satu pabrik saja. Kalau ada banyak tentu jumlahnya bertambah lagi. “Harga jualnya Rp 10-15 juta per unit termasuk pemasangan. Yang memasang bengkel yang punya otoritas.
Honda itu Ahass. Daihatsu juga. Bengkel yang tersertifikasi,” tandasnya. Menurut Eko, informasi yang selama ini beredar adalah pemerintah menyediakan converter kit gratis untuk angkutan umum. Tapi khusus kendaraan plat hitam atau pribadi belum ada keputusannya apakah dijual bebas atau disubsidi. “PT DI siap untuk membuat converter kit. Semua bekerja sesuai keputusan pemerintah.
Tapi pemerintah belum pesan, kapan mulainya. Pemerintah belum ada pemesanan,” tuturnya. Sementara itu, Direktur Pemasaran Pertamina Jaelani Sutomo mengatakan, CNG dan LGV adalah alternative pengurangan BBM primeiun bersubsidi. Kalau CNG khusus untuk angkutan umum dan LGV lebih banyak dipakai kendaran pribadi.
Penggunaan CNG saat ini adalah Bus Trans Jakarta dan bajaj biru serta beberapa taksi dan angkutan kota di Jakarta dan Palembang. “Harga jual CNG lebih murah ketimbang premium. Saat ini harga CNG adalah Rp 3.100 per liter setara premium,” paparnya. Kendalanya, tutur Jaelani, adalah sedikitnya jumlah SPBG yang beroperasi. Hanya ada 6 unit di Jabodetabek.
Di samping itu, infrastrukturnya lebih komplek dibandingkan LGV. Karena perlu jaringan pipa gas (penggunaan metode mother daughter, di mana untuk mother station harus berada di lokasi yg dilewati pipa). ”Tekanan CNG cukup besar 200 bar dibandingkan LGV 12 bar,” urainya. Sedangkan LGV, katanya, harga jual jauh lebih murah ketimbang pertamax. Harga keekonomian LGV Rp 6.600 per liter, sedankgan Pertamax Rp 8.590 per liter.
Nilai oktan juga lebih besar diatas 98. “Hanya saja LGV Perlu converter kit. Untuk kebutuhan besar masih belum dapat dipenuhi oleh pabrikan dalam negeri. Juga masalah lainnya perangkat dispenser LGV di SPBU masih impor,” katanya. Masalah yang paling penting, tambah Jaelani, adalah keamanan. Khususnya terkait lokasi parkir, di mana kendaraan LGV disyaratkan untuk parkir di tempat yang well ventilated atau dilarang di parkir di basement.
Saat ini, SPBLGV yang beroperasi saat ini baru 10 unit dan segera bertambah 9 unit. Total 19 unit sampai april 2012. Seluruhnya di Jabodetabek saja. Konsumen LGV sebagain besar taksi high end seperti tiara alphard sejumlah 103 unit, kendaraan pribadi 49 unit, kendaraan dinas 17 unit, dan 4 unit kancil. (cdl)

Comments System

Disqus Shortname