Monday, January 6, 2014

Percy Jackson and The Olympian: Sea of Monsters


Oleh: Gilang Handani Julfikar
Tahun 2013 merupakan waktu yang cukup lama bagi Warner Bros untuk melanjutkan pertualangan Percy dkk, melihat installment pertama film ini adalah Tahun 2010 Bisa dipastikan karena kritik pedas yang diterima film adaptasi Novel ciptaan Rick Diordian ini menjadi alasan mengapa sekuel kedua molor hingga beberapa tahun. Warner Bros nampaknya masih memiliki harapan besar pada Anak Poseidon ini, juga ambisi untuk mengulang kesuksesan Harry Potter.
            Di awal film kita akan disuguhkan adegan “back to past” terbentuknya pemukiman blasteran Anak-anak Dewa dimana anak perempuan Zeus bernama Thalia diserang oleh beberapa Cyclops lalu mati. Dilatari suara narator si tokoh utama: Percy Jackson (Logan Lehman) membuat kita sekilas seperti menonton acara semacam ‘Discovery Channel’ yang cukup membosankan jika harus jujur. Menit pun menanjak dan perlahan mengubah setting menjadi pemukiman blasteran tempat Percy seharusnya berada, namun sebagaimana layakya seorang remaja yang sedang mencari jati diri Percy terperangkap dalam rasa malas, suntuk, bosan, dan berbagai perasaan lainnya. Ketidakhadiran sang ayah Posiden pun menambah kegamangan hati Percy karena merasa tidak ada tempat untuk bercerita. Kemunculan saudara Tiri Cyclops (Douglas Smith) yang sangat tidak diduga oleh Percy semakin membuat dirinya tertekan, karena selain image buruk tentang Cyclops, beberapa anak dewa sangat antipati dengan makhluk ini.
            Main Conflict dalam film kedua ini adalah tentang kebangkitan kembali Kronos, Ayah dari tiga ‘Petinggi’ Olympus yaitu Zeus, Hades, dan Poseidon. Sea of Monsters yang dikaitkan dengan Segitiga Bermuda di dunia nyata menjadi pusat perhatian film karena seperti yang kita tau bahwa tempat ini banyak menyimpan misteri yang belum terungkap kebenarannya secara Ilmiah, Juga mitos Golden Fleece (Kain Domba Emas) yang bisa membangkitkan apapun yang telah mati. Tentu kita masih ingat dengan pengkhianatan yang dilakukan Luke putra Dewa Hermes (Jake Abel) yang menjebak Percy dengan memasukkan Petir Zeus di film yang pertama Percy Jackson and The Olympian: Ligthing Thief (2010). Luke akan melakukan hal yang sama dalam film kedua ini, mencelakakan Percy dan membuat resah penduduk Pemukiman Blasteran.
            Pekerjaan Rumah Installment ini adalah dari sisi grafis dan alur cerita, secara pribadi penulis sangat mengapresiasi usaha yang dilakukan Jonathan Liebesman yang bisa meramu film Wrath of Titans (2012) menjadi jauh lebih baik dari film pertamanya Clash of Titans. Agaknya kritik-kritik pedas itu belum begitu memecut Thor Freudenthal untuk memperbaiki apa yang seharusnya tidak ada dalam sekuel kedua Percy Jackson. Terbukti dari visualisasi sosok Kronos yang jauh dari espektasi penikmat film mitology. Jika dibandingkan, maka visualisasi Kronos dalam Wrath of Titans pasti akan memenanginya karena penonton akan takjub dengan kesan “huge and Unbeatable” yang terlihat di layar bioskop. Namun kekurangan ini bisa dimaafkan karena kehadiran hewan-hewan lain yang sangat keren dan memorable. Dipertengahan film anda akan melihatnya dan saya yakin kehadirannya akan memanjakan mata.
            Dari segi pendapatan, juga tidak bisa dikatakan sukses mengembalikan modal, karena secara statistik pendapatannya hanya $95,1 juta, jika kita cocokkan dengan pendapatan film pertamanya yang mencapai $226 juta. Cukup jauh bukan? Maka amat sangat wajar jika pihak Warner Bros bakal sangat mempertimbangkan pembuatan sekuel ketiga dari franchise ini, Percy Jackson and The Olympian: Curse of Titans.
            Beralih ke masalah performa para pemain, Logan nampaknya mulai mengalami peningkatan dibanding performa pertamanya. Lebih menghayati peran dan mulai terlihat akrab dengan Grover (Bandon T. Jackson) Sang Satyr, juga Annabeth (Alexandra Daddario) yang semakin cantik dan dewasa, entah kebetulan atau tidak tapi ini akan membuat kita bernostalgia dengan Harry Potter dkk dimana karakter Wanitanya lebih Wise dibanding dua orang lainnya. Para pemeran pendukung pun berhasil dimanfaatkan dengan baik juga lelucon-lelucon segar sepanjang film pastinya akan menambah nilai Plus dari sekuel kedua Percy ini. 
            Well, sulit memang untuk tidak membandingkan film ini dengan Harry Potter –bahkan hanya dengan melihat susunan pemain utamanya saja kita sudah mulai membandingkan- namun bukan berarti kesuksesan film adidaya itu tidak bisa dikalahkan, dengan menambahkan kekurangan di film kedua, alur cerita yang lebih dieksplor, Twist yang lebih membingungkan mungkin bisa membuat Harry Potter mendapat saingan yang sepadan, karena pada dasarnya tidak ada film yang tidak bagus jika segala upaya untuk pembuatannya sudah 100%.
           

Comments System

Disqus Shortname