Oleh: Gilang Handani Julfikar
Tahun 2013
merupakan waktu yang cukup lama bagi Warner Bros untuk melanjutkan pertualangan
Percy dkk, melihat installment pertama film ini adalah Tahun 2010 Bisa
dipastikan karena kritik pedas yang diterima film adaptasi Novel ciptaan Rick
Diordian ini menjadi alasan mengapa sekuel kedua molor hingga beberapa tahun.
Warner Bros nampaknya masih memiliki harapan besar pada Anak Poseidon ini, juga
ambisi untuk mengulang kesuksesan Harry Potter.
Di awal film kita akan disuguhkan
adegan “back to past” terbentuknya pemukiman blasteran Anak-anak Dewa
dimana anak perempuan Zeus bernama Thalia diserang oleh beberapa Cyclops lalu
mati. Dilatari suara narator si tokoh utama: Percy Jackson (Logan Lehman)
membuat kita sekilas seperti menonton acara semacam ‘Discovery Channel’ yang
cukup membosankan jika harus jujur. Menit pun menanjak dan perlahan mengubah
setting menjadi pemukiman blasteran tempat Percy seharusnya berada, namun
sebagaimana layakya seorang remaja yang sedang mencari jati diri Percy
terperangkap dalam rasa malas, suntuk, bosan, dan berbagai perasaan lainnya.
Ketidakhadiran sang ayah Posiden pun menambah kegamangan hati Percy karena
merasa tidak ada tempat untuk bercerita. Kemunculan saudara Tiri Cyclops
(Douglas Smith) yang sangat tidak diduga oleh Percy semakin membuat dirinya
tertekan, karena selain image buruk tentang Cyclops, beberapa anak dewa
sangat antipati dengan makhluk ini.
Main Conflict dalam film kedua
ini adalah tentang kebangkitan kembali Kronos, Ayah dari tiga ‘Petinggi’
Olympus yaitu Zeus, Hades, dan Poseidon. Sea of Monsters yang dikaitkan dengan
Segitiga Bermuda di dunia nyata menjadi pusat perhatian film karena seperti
yang kita tau bahwa tempat ini banyak menyimpan misteri yang belum terungkap
kebenarannya secara Ilmiah, Juga mitos Golden Fleece (Kain Domba Emas) yang
bisa membangkitkan apapun yang telah mati. Tentu kita masih ingat dengan
pengkhianatan yang dilakukan Luke putra Dewa Hermes (Jake Abel) yang menjebak
Percy dengan memasukkan Petir Zeus di film yang pertama Percy Jackson and The
Olympian: Ligthing Thief (2010). Luke akan melakukan hal yang sama dalam film
kedua ini, mencelakakan Percy dan membuat resah penduduk Pemukiman Blasteran.
Pekerjaan Rumah Installment ini
adalah dari sisi grafis dan alur cerita, secara pribadi penulis sangat
mengapresiasi usaha yang dilakukan Jonathan Liebesman yang bisa meramu film
Wrath of Titans (2012) menjadi jauh lebih baik dari film pertamanya Clash of
Titans. Agaknya kritik-kritik pedas itu belum begitu memecut Thor Freudenthal
untuk memperbaiki apa yang seharusnya tidak ada dalam sekuel kedua Percy
Jackson. Terbukti dari visualisasi sosok Kronos yang jauh dari espektasi
penikmat film mitology. Jika dibandingkan, maka visualisasi Kronos dalam Wrath
of Titans pasti akan memenanginya karena penonton akan takjub dengan kesan “huge
and Unbeatable” yang terlihat di layar bioskop. Namun kekurangan ini bisa
dimaafkan karena kehadiran hewan-hewan lain yang sangat keren dan memorable.
Dipertengahan film anda akan melihatnya dan saya yakin kehadirannya akan
memanjakan mata.
Dari segi pendapatan, juga tidak
bisa dikatakan sukses mengembalikan modal, karena secara statistik
pendapatannya hanya $95,1 juta, jika kita cocokkan dengan pendapatan film
pertamanya yang mencapai $226 juta. Cukup jauh bukan? Maka amat sangat wajar
jika pihak Warner Bros bakal sangat mempertimbangkan pembuatan sekuel ketiga
dari franchise ini, Percy Jackson and The Olympian: Curse of Titans.
Beralih ke masalah performa para
pemain, Logan nampaknya mulai mengalami peningkatan dibanding performa
pertamanya. Lebih menghayati peran dan mulai terlihat akrab dengan Grover
(Bandon T. Jackson) Sang Satyr, juga Annabeth (Alexandra Daddario) yang semakin
cantik dan dewasa, entah kebetulan atau tidak tapi ini akan membuat kita
bernostalgia dengan Harry Potter dkk dimana karakter Wanitanya lebih Wise
dibanding dua orang lainnya. Para pemeran pendukung pun berhasil dimanfaatkan
dengan baik juga lelucon-lelucon segar sepanjang film pastinya akan menambah
nilai Plus dari sekuel kedua Percy ini.
Well, sulit memang untuk
tidak membandingkan film ini dengan Harry Potter –bahkan hanya dengan melihat
susunan pemain utamanya saja kita sudah mulai membandingkan- namun bukan
berarti kesuksesan film adidaya itu tidak bisa dikalahkan, dengan menambahkan
kekurangan di film kedua, alur cerita yang lebih dieksplor, Twist yang
lebih membingungkan mungkin bisa membuat Harry Potter mendapat saingan yang
sepadan, karena pada dasarnya tidak ada film yang tidak bagus jika segala upaya
untuk pembuatannya sudah 100%.