Saturday, March 16, 2013

Ruang Pembelajaran dari Pengamen Bocah


Inspirasi – Melangkahkan kaki di tengah jalan Ibu Kota, dengan panas terik yang turut menyumbang peluh yang bercucuran di dahi. Di sebuah angkutan umum bertrayek Priouk – Cililitan, seorang pengamen cilik memiliki kulit coklat, dengan mata bulat, dan rambut pendek, sebut saja namanya Mila sedang melantunkan nyanyi-nyanyian di samping pak supir, karena nyaringnya suara Mila dapat terdengar juga walaupun berada diposisi kursi di ujung mobil paling belakang. Tidak ada yang begitu menarik memang dari suasana angkutan umum tersebut hanya saja, sosok seorang Mila si bocah pengamen tersebutlah yang menjadi pusat perhatian ku meski dia berjarak agak jauh di depan. Suara nyaring yang kubilang cukup asik terdengar ditelinga, sehingga tidak begitu mengganggu atau menambah mumet perjalanan, ku perhatikan juga banyak orang yang turut manggut-manggut mendengarkan lantunan si bocah pengamen itu.

Sebetulnya suasana di angkutan tersebut hanyalah aktifitas perjalanan seperti biasa saja, dengan para penumpang yang asik duduk disamping jendela menikmati sayup-sayup semilir angin di luar, atau para pedagang asongan juga yang turut memenuhi mobil angkutan yang sudah berdesak-desakan karena sekelompok pekerja yang turut menjejali mengisi ruang kosong mobil  agar tetap terangkut untuk ke tempat tujuan. Maklum saja meski sudah tersedianya Bus TransJakarta. Angkutan berbiaya Rp.2000,- jauh-dekat ini memang masih banyak digandrungi penumpang Ibu Kota, mungkin karena memang tidak ada antrian panjang atau berlama-lama menunggu seperti yang terjadi di shalter Busway. Meski berbilang panas dan agak sumpek masih tetap menjadi pilihan karena mungkin dinilai lebih murah dan lebih cepat.

Kembali lagi kepada sosok Si Mila Pengamen Cilik, dia memang sudah sedari kecil berprofesi sebagai pengamen. Seorang ibu pekerja yang menyapanya “Sekarang badannya udah makin gede yak, dulu mah masih segini” , ungkap si ibu sambil tangannya menunjukan tinggi sepinggangnya. Mila hanya tersenyum malu-malu saja.

“Sekolah gag? Kelas berapa?,” tambah si ibu.

 “Kelas 4 SD, tadi pulang sekolah langsung ngamen disini,” jelas Mila yang kini sudah berjalan ke belakang sambil mengitari bungkus permen sebagai tempat imbalan nyanyiannya.

 “Udah makan belom?”

“Udah, makan mie gelas pagi tadi mau berangkat ke sekolah?” lugas Mila dengan nada lugunya.

“Lah, belum makan nasi sampai sekarang?”

“Iya, belum kumpul duitnya,” jawab Mila polos.

“Ibu kerja apa?” tanya si bocah pengamen itu.

Cleanig Service, itu suka ngepel-ngepel di kantor.”

“ Oh, gak apa-apa yang penting halal. Ngamen juga halal. Daripada ngambil punya orang,” ungkap si bocah pengamen itu diiringi senyum polosnya begitu menggemaskan.

Tersenyum memperhatikan perbincangan dua orang tersebut, menjadi suguhan pembelajaran sederhana tentang menjunjung nilai-nilai kebaikan dimanapun berada, meski berada di dalam angkutan umum. 

Menengok kearah arloji ditangan, rupanya sekarang sudah pukul 14.00 WIB. Kasihan juga si Mila, yang kerap harus menahan laparnya karena keadaan. Bahkan posisinya sekarang mungkin bukan hal yang dia mintakan kepada Tuhan. Turut mendoakan agar kelak dia bisa tetap kuat menjalani kehidupan, meraih cita-citanya dan Allah beri kehidupan yang lebih layak baginya di kemudian hari dan kita senantiasa dapat terus mensyukuri segala apa yang kita miliki meski dengan segala keterbatasan yang ada. Kadang selalu ada cara untuk kita belajar dan bersyukur melihat segala kondisi yang bertebaran di setiap langkah-langkah perjalanan yang kita lalui. WaAllahu’alam

Comments System

Disqus Shortname