Wednesday, February 15, 2012

Mencintai dalam Diam


Lembayung senja menutup hari cerah. Meganya membuat tenang suasana. Rintik air hujan yang jatuh ke tanah berdentum seirama. Menikmati tasbih alam yang mencoba di lantunkan dari kelokan sore ini. Ya, karena setiap titik-titik yang berjatuhan adalah keberkahan dan tersebarnya kenikmatan. Aku merasai titik air hujan ini sedang menari-menari di jiwaku. Aroma dinginnya seperti sentuhan yang turut masuk ke dalam sukmaku jua. Aku senang menikmati hujan bersama dirimu. Mencium aroma tanah yang kering ketika kemudian diguyur hujan, aroma yang unik dan khas. Menurutku hujan itu anugrah seperti dirimu juga..

Aku tak mengerti, sejak kapan kau lahir dan kemudian menyapa hidupku. Karena yang ku tahu hanya ketika kau hadir didekatku dan itu menghangatkanku. Aku tak mengerti, tentang alasanmu menjelma menjadi sosok yang begitu sopan dan perhatian untukku. Mungkin saat itu, adalah ketika pancaran mutiara mulai mengaliri sukmamu dan akulah yang tak sengaja menikmati pancaran itu. Mempesona..

Sebenarnya aku tak berani mengatakan ini, menyatakan bahwa aku benar-benar mengagumimu. Dalam diam, aku menjerit dan berteriak. Hanya, dalam diam. Bukan menyalahkan ketidakpekaanmu, hanya saja aku menikmati setiap permainan gejolak hati ini. Disaat aku merindu, namun tak jua aku sampaikan padamu, disaat aku ingin merajuk bersamamu disaat itu pula aku kembali diam. Ya, hanya dalam diam.

Namun, yang membuat aku tersenyum lebih lebar, adalah ketika dirimu ternyata lebih pemalu lagi. Tak sekalipun kau mengatakan tentang rasa yang sedang bergelayut dalam jiwa. Entahlah, aku memang bukan paranormal yang bisa memastikan dengan benar apa yang kau rasa, namun bisa kau tanya adakah wanita yang tidak mampu merasakan kehangatan perhatian dan kasih sayang begitu lembut yang sedang menyelimutinya? Begitu pula dengan aku. Dengan tatapan lembutmu, kau bahagiakan aku untuk nyaman bersamamu, membuat aku tak mampu mengatupkan bibirku untuk tidak tersenyum, semua begitu menenangkan dan membuatku juga harus berucap syukur sebanyak-banyaknya.

Aku mencintaimu tanpa kata, tanpa suara, tanpa saling tatap, tanpa saling berpegangan dan berpeluk mesra. Aku menyayangimu lewat air mata yang mengalir merembih membasahi pipi dan selalu mengiringi lantunan pada do'a disepanjang malam-malam ku, bersama harapan dan puji ku pada-Nya.

Aku ingat ketika kau ungkapan bahwa kau akan selalu ada bersamaku, mendampingiku, dan selalu ada untukku. Karena kau yang selalu menguatkanku, karena kau yang menyejukan hatiku, karena kau yang selalu hadir untuk menemaniku. Seperti logam yang tangguh terhadap tempaan, seperti air yang mengalir untuk memberikan ketenangan, seperti tanah yang memberikan kehidupan kepada tanaman, dan seperti udara yang selalu menyejukan dan memberikan kesuburan. Begitulah, meski tak ku ketahui apakah kau mencintaiku..?

Masih tak ada suara untuk coba ungkapkan apa yang ada dan dirasa. Masih terus bungkam hingga ada yang coba menegur dan menghilangkan kekakuan yang tercipta. Kita sama-sama punya asa, sama-sama punya cerita, sama-sama melangkah pada jalan yang sama. Hingga, suatu saat nanti jika dirimu sudah seharusnya untuk pergi dan tinggalkan kebersamaan ini. Sama-sama yakin, bahwa kebaikanlah yang akan senatiasa meliputi kita. Sama-sama percaya bahwa Dia memang tengah memberikan yang terbaik untuk kita. Jangan menyalahkan tentang takdir yang tak bersahabat menyatukan kita.

Kita mencintai dalam diam, begitu mungkin konsekuensinya dari apa-apa yang dipahami bersama. Ini bukanlah sebuah perjanjian ataupun kesepakatan, namun hal ini adalah cara untuk sama-sama menjadi baik sampai akad yang mempertemukan. Tentang rasa nyaman dan kebahagian ini, itu yang tak ku mengerti berharap agar Dia Pemilik Cinta dan Kelembutan memaklumi, bahwa jika tak ada larangan untuk meminta bolehkah jika aku ingin bersama dirimu. Apakah begitu jugakah do'a mu?

Jika kelembutan kembali menyapa, aku tak ingin kehilanganmu. Meski dalam diam ku berucap.

Desi Zoehriyah

Comments System

Disqus Shortname