Thursday, December 13, 2012

Bicaralah yang Baik atau Diam


Inspirasi – Sahabat mari kita bersama merenung kembali mengenai tata cara bicara yang baik dan sopan yang seharusnya memang sudah ada pada diri kita masing-masing dan bisa dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bukankah sejak dini kita sudah mulai diajarkan untuk berbicara dan bertingkah laku yang baik meskipun masih dalam ruang lingkup yang kecil. Dan Rasulullah SAW bersabda    “Sungguh aku diutus menjadi Rasul tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang saleh atau baik.”  (HR. Bukhari dalam shahih Bukhari kitab adab, Baihaqi dalam kitab syu’bil Iman dan Hakim). 

Cobalah menghormati orang lain jika anda ingin dihormati kata-kata itu memang benar, namun sering kali banyak orang yang ingin dihormati namun dia tidak pernah mau menghormati orang lain. Seringkali terjadi mereka yang sedang emosi lalu mengeluarkan kata-kata kotor dan tidak sopan ini baik secara langsung maupun lewat media sosial, mungkin saja semua itu disebabkan oleh bisikan setan yang menembus pada hati mereka yang sedang terbakar api kemarahan. Selayaknya orang muslim ketika sedang menghadapi masalah sebesar apapun atau tidak menyukai sikap orang atau saudara sesamanya seharusnya dapat menahan emosinya agar tidak timbul sebuah masalah yang akhirnya menimbukan disintegrasi karna ditakutkan satu sama lain tidak saling menerima apa yang telah terjadi dan masalah semakin berlarut-larut. Kata-kata yang tidak sopan dan tidak baik harusnya tidak pernah keluar oleh seorang muslim, karna sebagai umat muslim kita harus menghormati yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Dalam prakteknya masih banyak orang yang mengerti namun seringkali tetap ia langgar.  Bahkan dengan seorang  pengemis yang telah memfinahnya pun sikap rasulullah tetap baik kepadannya. Namun ketika ada yang bertanya kita kan manusia bukan rosul dan nabi disini perlu kita belajar dari kisah-kisah rasul yang patut kita teladani. Mungkin sudah banyak yang tahu mengenai kisah ini dan kami akan kembali mengingatkan.

Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, “Jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan dipengaruhinya.
“Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah saw mendatanginya dengan membawakan makanan. Tanpa berucap sepatah kata pun, Rasulullah menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis itu, sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu adalah Rasulullah Muhammad—orang yang selalu ia caci maki dan sumpah serapahi.
Rasulullah saw melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat. Setelah wafatnya Rasulullah saw praktis tidak ada lagi orang yang membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari Abubakar berkunjung ke rumah anaknya Aisyah, yang tidak lain tidak bukan merupakan istri Rasulullah. Ia bertanya kepada anaknya itu, “Anakku, adakah kebiasaan Rasulullah yang belum aku kerjakan?”
Aisyah menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja.” “Apakah Itu?” tanya Abubakar penasaran. Ia kaget juga karena merasa sudah mengetahui bagaimana kebiasaan Rasulullah semasa hidupnya. “Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana,” kata Aisyah. Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu. Abubakar mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar mulai menyuapinya, si pengemis marah sambil menghardik, “Siapakah kamu ?” Abubakar menjawab, “Aku orang yang biasa.” “Bukan! Engkau bukan ora ng yang biasa mendatangiku,” bantah si pengemis buta itu dengan ketus. “Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan padaku.” Abubakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah saw.” Seketika itu juga kaget pengemis itu. Ia pun menangis mendengar penjelasan Abubakar, dan kemudian berkata, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun. Ia mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia…. “ Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar saat itu juga dan sejak hari itu menjadi Muslim.

Belajar mengenai aqidah dan akhlak memanglah sangat penting, bahkan dari bangku SD, SMP. dan SMA kita sudah diberikan banyak teori yang seharusnya dapat dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika amarah memuncak seringkali kita lepas kontrol emosi yang akhirnya kata-kata yang tidak layak itu keluar dari mulut kita. Bukankah seharusnya kata-kata baiklah yang hanya boleh muncul dari mulut kita? Bahkan Allah pun hanya akan mengabulkan doa yang baik dari hambanya. Kita juga harus dapat membedakan dengan siapa kita berbicara baik itu dengan teman, dengan sudara, dengan orang tua dengan guru atau dengan siapapun. Sebesar apapun rasa benci yang kita miliki harusnya kita bisa menahannya dan mendoakannya agar dibukakan hatinya oleh Allah, jika itu tetap tidak membuat sadar sebaiknya kita tegur namun tetap dengan perbuatan dan perkataan yang baik bukan dengan cara-cara yang tidak baik.. Semoga kita semua dapat mengambil pelajaran dari kisah di atas dan kita senantiasa berupaya menjadi insan-insan pecinta kebaikan dimanapun berada.

Comments System

Disqus Shortname