Inspirasi – Sahabat
mari kita bersama merenung kembali mengenai tata cara bicara yang baik dan
sopan yang seharusnya memang sudah ada pada diri kita masing-masing dan bisa dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari. Bukankah sejak dini kita sudah mulai
diajarkan untuk berbicara dan bertingkah laku yang baik meskipun masih dalam
ruang lingkup yang kecil. Dan Rasulullah SAW bersabda “Sungguh
aku diutus menjadi Rasul tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang
saleh atau baik.” (HR. Bukhari dalam shahih Bukhari kitab adab, Baihaqi dalam
kitab syu’bil Iman dan Hakim).
Cobalah menghormati
orang lain jika anda ingin dihormati kata-kata itu memang benar, namun sering
kali banyak orang yang ingin dihormati namun dia tidak pernah mau menghormati
orang lain. Seringkali terjadi mereka yang sedang emosi lalu mengeluarkan
kata-kata kotor dan tidak sopan ini baik secara langsung maupun lewat media sosial, mungkin saja semua itu disebabkan oleh bisikan setan yang
menembus pada hati mereka yang sedang terbakar api kemarahan. Selayaknya orang
muslim ketika sedang menghadapi masalah sebesar apapun atau tidak menyukai
sikap orang atau saudara sesamanya seharusnya dapat menahan emosinya agar tidak
timbul sebuah masalah yang akhirnya menimbukan disintegrasi karna ditakutkan
satu sama lain tidak saling menerima apa yang telah terjadi dan masalah semakin
berlarut-larut. Kata-kata yang tidak sopan dan tidak baik harusnya tidak pernah
keluar oleh seorang muslim, karna sebagai umat muslim kita harus menghormati
yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda. Dalam prakteknya masih banyak
orang yang mengerti namun seringkali tetap ia langgar. Bahkan dengan seorang pengemis yang telah memfinahnya pun sikap
rasulullah tetap baik kepadannya. Namun ketika ada yang bertanya kita kan
manusia bukan rosul dan nabi disini perlu kita belajar dari kisah-kisah rasul
yang patut kita teladani. Mungkin sudah banyak yang tahu mengenai kisah ini dan
kami akan kembali mengingatkan.
Di sudut pasar
Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap harinya selalu berkata
kepada setiap orang yang mendekatinya, “Jangan dekati Muhammad, dia itu orang
gila, dia itu pembohong, dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka
kalian akan dipengaruhinya.
“Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah saw mendatanginya dengan membawakan
makanan. Tanpa berucap sepatah kata pun, Rasulullah menyuapkan makanan yang
dibawanya kepada pengemis itu, sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa
yang menyuapinya itu adalah Rasulullah Muhammad—orang yang selalu ia caci maki
dan sumpah serapahi.
Rasulullah saw melakukan hal ini setiap hari sampai beliau wafat. Setelah wafatnya Rasulullah saw praktis tidak ada lagi orang yang membawakan
makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu hari Abubakar berkunjung ke rumah anaknya Aisyah, yang tidak lain tidak
bukan merupakan istri Rasulullah. Ia bertanya kepada anaknya itu, “Anakku, adakah
kebiasaan Rasulullah yang belum aku kerjakan?”
Aisyah menjawab, “Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir
tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja.”
“Apakah Itu?” tanya Abubakar penasaran. Ia kaget juga karena merasa sudah
mengetahui bagaimana kebiasaan Rasulullah semasa hidupnya.
“Setiap pagi Rasulullah selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan
untuk seorang pengemis Yahudi buta yang ada di sana,” kata Aisyah.
Keesokan harinya Abubakar RA pergi ke pasar dengan membawa makanan untuk
diberikan kepada pengemis itu. Abubakar mendatangi pengemis itu lalu memberikan
makanan itu kepadanya. Ketika Abubakar mulai menyuapinya, si pengemis marah
sambil menghardik, “Siapakah kamu ?”
Abubakar menjawab, “Aku orang yang biasa.”
“Bukan! Engkau bukan ora ng yang biasa mendatangiku,” bantah si pengemis buta
itu dengan ketus.
“Apabila ia datang kepadaku tidak susah tangan ini memegang dan tidak susah
mulut ini mengunyah. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi
terlebih dahulu dihaluskannya makanan tersebut setelah itu ia berikan padaku.”
Abubakar tidak dapat menahan air matanya, ia menangis sambil berkata kepada
pengemis itu, “Aku memang bukan orang yang biasa datang padamu. Aku adalah
salah seorang dari sahabatnya. Orang yang mulia itu telah tiada. Ia adalah
Muhammad Rasulullah saw.”
Seketika itu juga kaget pengemis itu. Ia pun menangis mendengar penjelasan
Abubakar, dan kemudian berkata, “Benarkah demikian? Selama ini aku selalu
menghinanya, memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun. Ia
mendatangiku dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia…. “
Pengemis Yahudi buta tersebut akhirnya bersyahadat dihadapan Abubakar saat itu
juga dan sejak hari itu menjadi Muslim.
Belajar mengenai aqidah dan akhlak memanglah sangat
penting, bahkan dari bangku SD, SMP. dan SMA kita sudah diberikan banyak teori
yang seharusnya dapat dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Ketika amarah
memuncak seringkali kita lepas kontrol emosi yang akhirnya kata-kata yang tidak
layak itu keluar dari mulut kita. Bukankah seharusnya kata-kata baiklah yang
hanya boleh muncul dari mulut kita? Bahkan Allah pun hanya akan mengabulkan doa
yang baik dari hambanya. Kita juga harus dapat membedakan dengan siapa kita
berbicara baik itu dengan teman, dengan sudara, dengan orang tua dengan guru
atau dengan siapapun. Sebesar apapun rasa benci yang kita miliki harusnya kita
bisa menahannya dan mendoakannya agar dibukakan hatinya oleh Allah, jika itu
tetap tidak membuat sadar sebaiknya kita tegur namun tetap dengan perbuatan dan
perkataan yang baik bukan dengan cara-cara yang tidak baik.. Semoga kita semua
dapat mengambil pelajaran dari kisah di atas dan kita senantiasa berupaya menjadi insan-insan pecinta kebaikan dimanapun berada.