Wednesday, September 19, 2012

dr.Bas, Catatan dari Gaza


-Kepedulian rakyat Indonesia merupakan bentuk persaudaraan sesama muslim, sekaligus dukungan terhadap harkat dan martabat rakyat Palestina sebagai sebuah bangsa.-

Inspirasi-Sebagai seorang dokter yang mengepalai keberangkatan tim solid Bulan Sabit Merah Indonesia beserta rombongan dari Departemen Kesehatan Indonesia, dr.H.Basuki Supartono, SpOT,FICS,MARS merupakan relawan BSMI yang berkesempatan diberangkatkan ke daerah konflik membawa misi kemanusiaannya dan berhasil menembus Gaza.

Kekhawatiran juga menderai betapa sulitnya perjuangan relawan BSMI menembus jalur Gaza. Karena Gaza adalah bagian terisolir, lebih tepatnya diisolir oleh Israel dari dunia luar sehingga hanya satu-satunya pintu masuk yakni Rafah yang berbatasan langsung dengan Mesir, itu juga harus dengan seleksi ketat. Sehingga tidak sedikit akhirnya para relawan yang harus kembali berbalik arah, namun tidak untuk Tim solid dari pria kelahiran Jakarta, 22 Oktober 1961 ini bersama Bulan Sabit Merah Indonesia atas izin Allah SWT dapat sukses menembus Gaza Palestina dan dapat menjalankan amanah untuk misi kemanusiaan bersama kepedulian rakyat Indonesia yang merupakan bentuk persaudaraan sesama Muslim, terhitung sejak 1 Januari hingga 6 Februari 2009.

Ayah lima orang  anak yang menamatkan pendidikan SD sampai dengan SMA Negeri  VIII  Jakarta, serta melanjutkan pendidikan disejumlah universitas terkemuka, keberangkatannya ke negeri Palestina sebagai upaya saling mengulurkannya cinta kasih sesama muslim dan tali persaudaraan keimanan yang kuat dengan membawa pundi-pundi rupiah amanat rakyat Indonesia,  dari penggalangan dana kemanusiaan oleh anak-anak sekolah yang terkumpul dan ditujukan untuk perbelanjaan obat-obatan serta peralatan medis bagi para korban perang. Masyarakat Indonesia kerap melakukan aksi-aksi solidaritas turun ke jalan dan dukungan media massa untuk terus memberikan dukungan dan semangat untuk para korban di Palestina.

Berbagai uraian cerita dan pengalamannya selama perjalanan panjang melewati pintu-pintu penjagaan ketat tentara  untuk menembus  Gaza Palestina, berbagai peristiwa menegangkan saat berurusan dengan birokrasi dan diplomasi Mesir, serta segala detail  peristiwa kekejaman dan kebiadaban agresi-agresi Israel akan sebuah ketercabik-cabikannya jiwa, raga, harga diri bangsa Palestina (tidak terkecuali orang sipil, anak-anak kecil dan orang tua lanjut usia) yang dilakukan oleh taring-taring dan cakar-cakar kekerasan para yahudi di tanah negeri Syuhada tersebut, kini setitik cerita itu berhasil beliau tuangkan didalam catatan perjalanan Relawan Medis Bulan Sabit Merah Indonesia, Selamatkan Palestina. Sebagai sebuah penyemangat yang akan menambah jiwa solidaritas kita sesama muslim terhadap saudara-saudara di Palestina dan di Negara manapun yang menjadi sasaran kaum aggressor kaum zionis terlaknat.

Pendiri BSMI yang banyak berkiprah di dunia medis ini, menuturkan bahwa sepertiga dari jumlah korban tewas di Gaza adalah anak-anak. Banyaknya jatuh korban anak-anak bayi dan balita ini patut dicurigai sebagai upaya sistematis untuk menghapus generasi muda di Jalur Gaza. Anak-anak muda Gaza yang ada sekarang ini dianggap sebagai ancaman bagi masa depan Israel. Disana beliau dapat menyaksikan sendiri bagaimana dalam hitungan menit ratusan orang mempertaruhkan nyawa di meja operasi, banyak korban yang pada akhirnya harus meregang nyawa, tak terselamatkan setibanya di rumah sakit. Luka terdalam adalah trauma psikologis yang melahirkan rasa keputusasaan dan duka mendalam, karena tak sedikit anak-anak Gaza yang mulai menderita trauma psikologis serius seperti schizophrenia, menjerit histeris penuh ketakutan dan insomnia karena selalu dibayangi-bayangi mimpi buruk dalam setiap tidurnya. Inilah kali pertama beliau dapati beragam rasa menyatu sekaligus saat mengobati pasien: haru, sedih, marah, bahkan terkadang menangis. Beliau katakan bahwa “Baru saat saya bertemu dengan korban perang di Palestina saya merasakan bahwa diri ini belum memiliki ilmu yang sempurna sebagai seorang dokter”.

Seperti yang disadari bahwa perjuangan Bulan Sabit Merah Indonesia tak bisa berhenti sampai disini, meski kaki tengah berpijak di tanah air tercinta. Meski perang memang telah usai, namun saudara seiman di Palestina masih membutuhkan kepedulian, uluran tangan, dan kebersamaan dengan umat muslim yang lain, di seluruh penjuru dunia. Selama zionis Israel masih mencengkram tanah Palestina, umat muslim yang ada disana tidak akan pernah hidup dengan tenang. Perjuangan untuk Palestina akan terus berkobar, sampai Yahudi Israel angkat kaki dari negeri para syuhada.

Menutup semua cerita dan pengalamannya, beliau menuturkan bagi warga Gaza kedatangan para relawan Indonesia seperti yang terdengar dari ucapan mereka : “Kami kehilangan 1400 orang warga kami, namun Allah menggantikannya dengan kedatangan kalian, wahai saudara-saudaraku. Terimakasih atas dukungan kalian. Kami tahu bahwa kami tidak sendiri di dunia ini.” Saat sambutan kedatangan Tim BSMI lalu. Selain itu, berkat pengabdiannya di bidang sosial dan kesehatan, suami dari dr.Prita Kusumaningsih, SpOG ini memperoleh beberapa penghargaan, diantaranya Penghargaan dalam Bakti Kemanusiaan Bidang Kesehatan di Provinsi Maluku dan Maluku Utara, Maret 2001; dan Penghargaan Satyalancana Kebaktian Sosial dalam penanggulangan Bencana Alam Tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam/ Provinsi Sumatera Utara, Desember 2005. (DZ)

*Dilansir dari buku Selamatkan Palestina karya dr.H.Basuki Supartono, SpOT,FICS,MARS dan dr.Prita Kusumaningsih, SpOG


Comments System

Disqus Shortname