Saturday, July 21, 2012

Perenungan: Cahaya, Manusia dan Mesin Cetak


Sebagai salah satu karyawan (magang) di sebuah kantor penerbitan dan percetakan, saya menjalani pekerjaan sebagai sesuatu rutin(itas) yang berpola tetap dari waktu ke waktu. Namun, sesuatu peristiwa mencerahkan terjadi di dalam rutinitas terserbut. Mungkin bagi orang tertentu hal yang saya akan ceritakan merupakan sesuatu yang lumrah, biasa atau tidak penting. Bagi saya ini sebuah EUREKA!

Saya menjalani training di dalam perusahaan dengan menempati berbagai macam posisi dengan tujuan utama mengenal sistem produksi sebuah pengarsipan data - data pelanggan yang membeli mobil. Dari mulai posisi pra-cetak, bikin surat masuk atau pun keluar, belajar mesin cetak bersama para ahli dalam memasang plat sampai dengan proses finishing sebuah surat penyerahan mobil atau plat nomor mobil yang masih mengkilap dan tersusun rapi dengan pasanganya saya ikuti.Training semacam ini kalau dilihat merupakan sebuah proses biasa saja dalam dunia percetakan. Proses ini mengantarkan saya pada sebuah penemuan dari pencarian personal saya selama bertahun-tahun.

Dari semua proses produksi tersebut saya menemukan pengetahuan mengenai beberapa hal tentang percetakan. Bak seorang scientist saya menelusuri bahwa gambar hasil sebuah mesin cetak bila kita melihatnya dengan sebuah loop (alat kecil seperti pulpen dengan kaca pembesar di dalamnya) ternyata hanya terdiri dari titik-titik warna dasar C,M,Y,K yang saling bersilangan. Dengan komposisi 4 warna dasar tersebut maka dengan mata telanjang kita dapat melihat secara utuh gambar sebuah bangunan, manusia dan apapun.

Hm...saya mulai berpikir mengenai cara kerjanya.

What is real? Apakah yang nyata? Bila mata telanjang hanya melihat sebuah image (hasil tinta, cahaya dan kertas) yang merepresentasikan sesuatu yang nyata, seperti sebuah gambar hasil cetak dengan sangat nyata menggambarkan kecantikan seorang artis? Sebuah image representasi kenyataan yang secara mendasar esensinya hanya dari sebuah titik? Pertanyaan filosofis menjalar, menyeruak di setiap pemikiran yang dramatis. Lantas, pertanyaan ini seperti air deras menerobos, menerjang? Apakah manusia juga seperti itu? Membuat sebuah peradaban, sebuah realitas yang nyata tidak nyata? Real-Unreal. Apakah manusia itu sendiri seperti itu? Bukankah, kita terdiri dari berbagai ribu sel sama seperti titik-titik yang bergumul membentuk sebuah gambar di kertas sebagai image-repesentatif realitas. Dan nenek moyang kita, mungkin juga amoeba?

Detik itu juga, dalam keadaan tercengang di dalam ruang pra cetak produksi kertas yang akan dikirim untuk client, saya teringat Emerson dengan perkataannya:

”Standing on the bare ground...a mean egotism vanishes. I become a transparent eyeball; I am nothing; I see all; the universal Being circulates through me; I am part or particle of God.”

Detik berganti, setelah melayang ekstase, saya cepat-cepat menarik diri pada tingkat kesadaran normal, mencoba sedikit menghela nafas. Pada detik tarikan nafas ke lima, kembali diri tertarik ke dalam sebuah lorong-lorong imaji penuh pertanyaan. Satu-persatu pertanyaan, sepersekian detik berlomba untuk menyatakan ide-idenya sendiri. Lantas, saya harus kemana mencari jawaban ini semua. Ada seorang guru yang telah hampir 20 tahun berkutat dan berpengalaman di mesin cetak dengan latar belakang mesinnya. Ah, namun terlalu sibuk dengan sesuatu yang lebih besar dari pertanyaan kecil seorang pemula di sebuah kantor percetakan. Saya berlari ke pekarangan kantor untuk mendapatkan nafas segar. Kebetulan, Pak Mabrur seorang manajer percetakan sedang mengepul asap rokok dan kopi, sekedar menikmati waktu luang dan membunuh penat. Saya langsung ceritakan kepada beliau mengenai pengalaman loops, dots, dan kejadian yang saya baru alami. Seteleh beberapa kali menyedot dan mengepul asap, Pak Mabrur seketika jadi bersemangat, pelajaran fisika dan cahaya dimulai.

Pada intinya dalam ranah percetakan hanya ada 3 elemen penting: cahaya, pemantul dan media penyerap pantulan. Aha!!! Begitulah setidaknya pengertian yang di dapat dari penjelasan Pak Mambrur yang dengan fasih berbicara sambil merokok, merokok sambil berbicara, bicara rokok, atau jangan-jangan rokok berbicara? Entah? Lantas, semenjak Newton menemukan prisma-optik yang dapat memantulkan cahaya pemahaman manusia mengenai cahaya memasuki lompatan besar. Meskipun hasrat manusia barat selalu ingin menaklukkan sesuatu termasuk zat-zat yg ada, namun tetap cahaya seperti angin dan waktu, ia adalah sesuatu yang tidak dapat di genggam atau bahkan ditaklukkan. Ia seperti pencipta-Nya hanya dapat diserap, dipantulkan dan biarkan selebihnya ruang-ruang di dalam diri manusia menyediakan tempat untuk berdiam menjadi bagian.

Setelah Pak Mabrur tersadar akan waktu bekerja oleh habisnya rokok dihisapan terakhir yang ia kempot, cepat-cepat berlari kembali ke monster-monster besi dan baut dan meninggalkan saya. Tapi memang saya pun juga sudah tidak disitu, setidaknya jasad saya yang hadir. ruh dan pikirian yang liar berkelana menembus ruang-ruang hampa dan kembali menyatu dengan jasad, selalu dengan membawa pertanyaan-pertanyaan baru.

Pada dasarnya yang ada hanyalah Cahaya. Semua bermula dari cahaya. Bahkan Adam disaat pertama kali bertemu dengan Pencipta-Nya tertegun oleh satu plang yang terpampang dengan tulisan NUR MUHAMMAD? Apakah Nur Muhammad itu? Wah kepala tiba-tiba terserang migraine, nampaknya saya membutuhkan seorang sufi untuk menjelaskan ini.

Anyway, melalui cahaya, alat pemantul dan media penerima cahaya sebuah mesin cetak dapat bekerja untuk me(re)produksi realitas-realitas. Bila cahaya dapat direfleksi oleh sebuah pemantul dan mesin cetak bekerja secara sempurna. Pertanyaannya adalah alat apakah yang paling sempurna untuk dapat menerima cahaya Pencipta-Nya? Seperti berputar-putar di ruang hampa, masuk dari satu black hole ke black hole lainnya dan sepersekian detik berhenti.

Manusia adalah mahluk yang diciptakan sempurna untuk dapat memantulkan cahaya Ilahi. Lantas semua yang tertanam dan tersimpan seperti menyeruak keluar tubuh:

”Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lobang yang tak tembus (misykat), yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) berkahnya, yaitu pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur dan tidak pula di sebelah barat. Minyaknya saja hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api.Cahaya diatas cahaya (berlapis-lapis) Allah membimbing kepada cahanyaNYA, siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu (24;35)

Semua tersirkulasi menjadi satu. Ajaran nan sakti yang dipaksakan oleh ibuku sejak kecil (meskipun aku menolaknya sekalipun) bermain-main di kepalaku, berimajinasi dengan mesin cetak dan seluruh pengalaman masa laluku. Imajinasi ini menyeruak dan menemukan manifestasi cahaya pada mereka yang telah lebih dulu menemukan seperti Newton dengan prisma-optiknya, Einsten dengan relativitasnya, atau sebuah note Facebook seperti berjalin-jalinan satu dengan yang lainya, memberikan sebuah pemandangan horizon kehidupan yang tidak bertepi, pada mulanya cahaya.

Manusia sebagai sebuah mesin cetak realitas menyebarluaskan ide-ide pemikirannya. Seperti gelombang elektromagnetik, ide-ide ini berlapis-lapis memasuki relung-relung diri manusia lainnya yang tertembus oleh ide-ide dan bersemayam di dalam memori pada manusia yang disebut “otak” yang tersimpan pada diri manusia. Dari ide ke ide lainnya, dari ide ada interaksi, dari interaksi ada aksi. Manusia sebagai mesin cetak, memantulkan cahaya-cahaya yang diterimanya dalam begitu banyak spektrum warna. Ribuan tahun, bermula dari seseorang bernama ”Ketiadaan” atau ”Adam” sebagai mesin cetak pemantul cahaya pertama, menandakan sebuah ”ada”. Peradaban manusia adalah sebuah lukisan yang dicampuradukkan manusia melalui hasil pemantulan-pemantulan cahaya. What is real? Kehidupan mengilustrasikan bagaimana berbagai warna hidup hasil pemantulan manusia terjadi.

Bagaimana dengan manusia sebagai mesin cetak mengalami kerusakan pada baut atau skrup atau bahkan pada mesin register warna? Kita menyaksikan pembunuhan massal, korupsi, dan kejahatan lainnya sebagai bagian dari reaksi manusia menyerap cahaya dan memantulkannya dengan warna hitam, jelas kelam. Semua kembali kepada manusia karena kapasitas memantulkan cahaya dalam spektrum warna merah, biru, kuning, hijau, ungu atau abu-abu dan bahkan hitam ada pada genggaman tangannya.

Saya terbangun dari kasur nan empuk di kamar berukuran 4x4 meter persegi, menyadari pakaian kerja masih terpakai lengkap dengan sepatu. Bagaimana saya bisa sampai kesini, aneh. saya terbangun karena sesuatu membisikan secara halus nan tegas:

"Sudah kau gunakan untuk apa cahaya yang diberikan selama ini?"

Pertanyaan untuk kita semua sepertinya, untuk diri dan nafas masing-masing yang akan dipertanggungjawabkan suatu saat nanti.# Agus Sofyan Saputra

Comments System

Disqus Shortname