Thursday, January 19, 2012

Biaya Operasi Rp 300 Juta, Masukkan Kamera ke Perut


Dr Chaidir A. Mochtar, SpU, PhD, Ahli Bedah Ginjal tanpa Operasi Terbuka
Berbicara transplantasi ginjal, tentu bayangan yang muncul menakutkan. Hal tersebut karena proses cangkok ginjal dilakukan dengan operasi terbuka. Tapi kini RSCM mampu melakukan transplantasi ginjal berstandar internasional tanpa operasi terbuka. Siapa ahlinya? Dia adalah Dr Chaidir A Mochtar, SpU, PhD. DEWI MARYANI

Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) menginformasikan kini pelaksanaan cangkok ginjal sudah dapat dilakukan dengan teknik terbaru yang lebih dapat memberikan kenyamanan bagi pendonor ginjal. Teknik tersebut bernama laparoskopi. ''Teknik ini hadir dengan tujuan utama untuk meningkatkan jumlah pendonor hidup di masyarakat'' ujar dr Chaidir.

Teknik transplantasi laparoskopi ini sudah banyak dilakukan di Amerika, tetapi baru dihadirkan di Indonesia pada akhir 2011. ''Operasi transplantasi ginjal di RSCM saat ini sudah mengikuti perkembangan yang sesuai dengan standar internasional karena saat ini mulai dikembangkan teknik pengangkatan ginjal donor dengan menggunakan laparoskopi sejak November 2011,'' tandasnya.

Cangkok atau transplantasi ginjal dibutuhkan bagi pasien gagal ginjal yang tak ingin menjalani cuci darah (hemodialisis) seumur hidup. mentransplantasi ginjal pakai alat canggih laparoskopi, Chaidir A. Mochtar adalah ahlinya. Teknik ini dianggap menjadi prosedur yang paling efektif dalam transplantasi ginjal. Karena memberikan kenyamanan bagi donor ginjal sehingga masyarakat tidak perlu khawatir terhadap hasil usai pascaoperasi karena dapat menurunkan morbiditas (angka kesakitan), pemulihan lebih cepat dan hasil jahitan yang lebih rapi.

''Teknik operasi menggunakan alat-alat berdiameter 5-12 mm untuk menggantikan tangan dokter bedah melakukan prosedur bedah dalam rongga perut,'' tandasnya. Jadi, dokter tidak perlu lagi membedah perut pasien lalu melakukan operasi. Untuk melihat organ ginjal, digunakan kamera yang berukuran mini dengan terlebih dahulu dimasukkan gas untuk membuat ruangan di rongga perut lebih luas.

''Dokter bedah melakukan pembedahan dengan menggunakan layar monitor dan mengoperasikan alat-alat tersebut dengan kedua tangannya,'' ungkapnya. Bagi pasien yang melakukan operasi ini, setidaknya harus merogoh kocek sekitar Rp 200-300 juta. Apalagi kalau golongan darah pendonor dan penerima donor berbeda, biaya bisa mencapai Rp 400 juta. Sejak awal November 2011, sudah ada enam transplantasi ginjal telah dilakukan di RSCM dan pengambilan ginjal donornya dilakukan dengan cara laparoskopik.

''Saya terlibat dalam transplantasi langsung menangani laparoskopi,'' tukas dokter yang menyelesaikan pendidikan doktor di University of Amsterdam. Dari enam pasien laparoskopi transplantasi ginjal, dia menangani semua dengan dibantu dokter-dokter lain. Keluarga Dokter Profesi dokter bukanlah hal yang baru dalam keluarga bapak tiga anak ini.

''Saya jadi dokter karena pengaruh keluarga, kakek saya dokter dari dua belah pihak dokter semua. Bukan itu saja, dulu niat menjadi dokter masih dianggap keren, bahkan sekarang masih juga,'' kata President Ikatan Ahli Urologi Indonesia (IAUI) itu lantas tertawa. Selain itu, pengalaman dengan adiknya yang dulu pernah sakit berat kanker darah dan kemudian meninggal di usia remaja juga turut membuat minat suami dari Reziana kian mantap menjadi dokter. Untuk spesialisasi, tukasnya, pada dasarnya dia ingin spesialisasi yang ada tindakan.

''Saya kurang berbakat jadi ahli penyakit dalam dan saya sebenarnya menyukai bedah, tapi karena bedah itu juga dibagi-bagi, saya menganggap paling cocok di urologi,'' tandas pria yang juga menjabat sebagai President Persatuan Kontinensia Indonesia (PERKINA). Pria berkacamata ini menyelesaikan Pendidikan Dokter Umum pada tahun 1987 di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Setelah bekerja di beberapa propinsi di Indonesia, salah satunya sabagai Kepala Puskesmas di Jambi, dr.Chaidir kembali ke almamaternya untuk menjalani training residensi urologi hingga lulus pada tahun 1998. Pada Januari 2002 dr.Chaidir memulai program PhD di Department of Urology, Radboud University Nijmegen Medical Center dan menyelesaikan programnya di Department of Urology, Academic Medical Center University of Amsterdam, di mana dia dipromosikan pada April 2006.

Di institusi terakhir tersebut, dia juga menjalani program fellowship di bidang Laparascopic Urology, di bawah naungan Endourological Society (1 Juli 2005 – 1 Juli 2006). Dr Chaidir sudah banyak terlibat dalam menangani kasus bedah urologi. Namun sejak November 2011, dia mulai aktif membantu tim transplantasi ginjal RSCM dengan menggunakan alat canggih laparoskopi.

''Saya dulu waktu pendidikan pernah ikut (menangani transplantasi ginjal) tapi saya tidak tertarik karena dulu saya pikir sudah banyak teman saya yang terlibat. Saya lebih banyak di RSCM sini mengerjakan tumor dan kanker-kanker urologi,'' tukasnya. Angkat prostat, ginjal, angkat kantung kemih, kanker di bagian urologi adalah kegiatannya. Namun, akhirnya dia mempelajari laparoskopi di Belanda dan mengembangkan di RSCM.

Menurutnya hal itu merupakan tuntutan zaman. ''Teman-teman berharap kita harus mengembangkan laparoscopy living donor di sini. Karena memang sudah banyak, ada sekitar 200-300 center di dunia yang mengembangkan laparoskopi. Di Indonesia belum ada yang melakukan itu,'' tukasnya. (*)

Comments System

Disqus Shortname