Thursday, January 19, 2012

Meski Tetap Gondrong, Tak Pernah Ditegur SBY

Widjajono Partowidagdo, Wakil Menteri ESDM yang Nyentrik
Rambutnya dibiarkan gondrong, terurai tak beraturan. Ia lebih cocok sebagai seniman, ketimbang sebagai birokrat. Namun, dibalik penampilannya yang nyleneh, Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowidagdo menyimpan ide-ide brilian dalam hal pemanfaatan energy terkini. HENDRIYANTO, Jakarta

Sekilas, sosok Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Widjajono Partowidagdo seperti seniman. Namun, soal waktu dia tidak mau kompromi. Berbeda dengan para seniman pada umumnya, yang cenderung semaunya sendiri. Ia selalu tepat waktu.

Apalagi jika janji dengan seseorang. Sikapnya yang selalu tepat waktu juga ditunjukkan saat akan memenuhi janji pertemuan dengan INDO POS. Meski janji ketemu pukul 14.00WIB, setengah jam sebelumnya Widjajono sudah mengabarkan bahwa dirinya tidak bisa datang tepat waktu lantaran terjebak kemacetan lalu lintas Jakarta.

“Wah saya terjebak macet, jadi tidak bisa tiba tepat waktu jam 14.00. Mungkin saya akan terlambat tiga puluh menit,” kata Widjajono mengabarkan dari telepon selulernya. Nada bicaranya menyesali keterlambatannya, dan ia buru-buru meminta maaf. Tepat waktu bukan sekedar semboyan baginya. Sayangnya, keruwetan lalu lintas Jakarta terkadang tidak mendukung sikap disiplinnya itu.

Maklum, pria berambut gondrong ini kemana-mana tidak pernah diiringi kendaraan pengawal seperti kebanyakan pejabat. ”Ngapain harus dikawal segala,” katanya enteng. Siang itu, pria kelahiran Magelang, 16 September 1951 ini masih mempertahankan penampilannya yang sederhana, apa adanya.
Sekilas, ia bukan pejabat negara yang menduduki posisi penting. Mengenakan baju batik merah motif warna-warni lengan panjang serta celana panjang warna hitam, ia datang dengan senyum khasnya. “Apa kabar mas,” ujarnya singkat.

Sepatunya coklat kehitaman. Agak kusam, karena belum tersentuh semir. Dan satu hal yang tidak berubah pada Guru Besar bidang Ekonomi dan Pengelolaan Lapangan Migas pada Fakultas Teknologi Pertambangan dan Perminyakan (FTTM) ITB itu, yakni tas yang dibawanya masih tas yang dipakainya waktu mengajar di almaternya di ITB, kumal dan sobek di jahitan bagian atasnya.
Profesor gondrong ini juga punya hobi menantang. Mendaki gunung. Ia sudah mendaki banyak gunung baik di dalam negeri maupun gunung-gunung di luar negeri. Ia, misalnya, pernah mendaki Elbrus, gunung terbesar di Rusia. Ia juga pernah mendaki pegunungan Himalaya dan Kilimanjaro di Afrika. Dan hampir semua gunung besar di Indonesia sudah dijajaki.
"Semua gunung tertinggi sudah saya daki," ungkapnya. Seperti kebiasaannya membiarkan rambutnya gondrong, Widjajono mengaku tidak akan menghentikan hobinya mendaki gunung kendati sudah menempati posisinya sebagai Wakil Menteri. Tetapi, karena kesibukannya, ia mengaku beraninya mendaki gunung Gede, Jawa Barat. Lo, sudah takut pak Wakil Menteri? “Hus, jangan jauh-jauh.
Nanti saya dimarahi Pak Menteri,” kelakarnya. Hingga kini suami dari Ninasapti Triaswati ini konsistem mempertahankan model rambutnya. Soal penampilannya, Widjajono berkomentar pendek, “dari dulu sampai sekarang saya tetap begini. Tidak berubah,” ungkapnya. Ia mengaku tidak mengalami masalah dengan penampilannya itu.

Termasuk di jajaran Kabinet Indonesia bersatu jilid II. Ia juga mengaku tidak pernah mendapatkan teguran dari siapa pun, dari rekannya sesame anggota kabinet, termasuk juga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. “Dan saya yakin, Presiden tidak akan menegur saya hanya gara-gara rambut saya gondrong,” katanya diiringinya tawa khasnya.
Tapi Widjajono mengakui dirinya pernah ditegur oleh Kepala UKP4 Kuntoro Mangkusubroto. Tetapi, menurutnya, Kuntoro menegur tidak kapasitasnya sebagai pejabat negara. Melainkan lebih hubungan kedekatan, antara Bapak dan anak. “Pak Kuntoro itu dulu dosen saya di ITB,” katanya. Sehingga, kataWidjajono, hubungan kami dengan Pak Kuntoro memang sangat dekat.
“Mbok dipotong rambutnya,”pinta Kuntoro dalam sebuah acara. Namun, karena keduanya sudah memiliki hubungan yang sangat akrab, Widjajono tidak langsung mengiyakan permintaan Kuntoro. Wakil Menteri ESDM ini pun menjawab dengan enteng, ”be your self (jadilah diri sendiri-red), tidak usah meniru orang lain.” Sebagai dosen, sosok Widjajono tidak saja dikenal sebagai dosen yang sederhana.

Tetapi juga dikenal sebagai dosen yang fleksibel. Tidak mengajar secara konvensional, tetapi para mahasiswa lebih senang menyebutnya menularkan ilmu. Itu karena cara mengajarnya yang yang fleksibel, dan mahasiswa bisa mengajaknya berdiskusi kapan saja. Dia sengaja menyediakan milis khusus untuk mahasiswanya sebagai tempat berbagi ilmu dan pengalaman pribadinya.
Terakhir, dia merupakan dosen Manajemen dan Analisis Ekonomi Proyek Migas dan Pengelolaan Energi, Sumber Daya Mineral, dan Lingkungan pada Program Studi Teknik Perminyakan ITB. Posisi Wakil Menteri ESDM memang tepat bagi Widjajono. Dia adalah Profesor bidang Spesialisasi Manajemen dan Ekonomi Migas. "Kita harus pakai energi murah.

Kalau bisa jangan lagi pakai BBM, gunakan saja energi alternatif," jelasnya. Misalnya batubara, biogas. BBMnya bisa kita ekspor, tapi dalam bentuk petrokimia. Hari-hari terakhir ini, Widjajono disibukkan oleh persiapan program pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang akan mulai dijalankan 1 April mendatang. Kendaraan umum dan mobil pribadi akan dikonversi bahan bakarnya dari premium ke gas.

Ketika sebagian pejabat masih berwacana untuk menggunakan bahan bakar gas, Widjajono sudah melakukannya sejak beberapa hari lalu. Mobil dinasnya sudah dikonversi dari semula berbahan bakar minyak kini menggunakan Liquified Gas for Vehicle (LGV). Converter kit dan tabung LGV didapat dari PT Dirgantara Indonesia seharga Rp 12 juta, termasuk pemasangan, perawatan, serta garansi 5 tahun. Pemasangan dilakukan di bengkel PT Autogas Indonesia di daerah Serpong, Tangerang Selatan.
Bengkel ini bekerjasama dengan PT DI.

”Kita nyuruh orang pakai gas, masa kita sendiri gak pakai,” katanya. Setelah memakai bahan bakar gas, mobil dinasnya terasa lebih ringan, larinya lebih cepat, suaranya nyaris tak terdengar. Mesin pun tidak cepat panas dan lebih awet. ”Lebih enak pakai gas karena 98, lebih tinggi dari premium. Emisinya hampir tidak ada,” jelas Wamen. Ketika hendak berangkat ke bandung, sopirnya mengisi gas 30 liter dari kapasitas 36 liter.

Itu masih sisa setelah perjalanan Jakarta-Bandung pulang pergi. Pengisian dilakukan di SPBU Kuningan. Untuk mengisi 30 liter, diperlukan waktu 10 menit. Harga per liternya saat ini masih Rp 3.600. ”Memakai gas itu lebih menguntungkan, bagus juga buat lingkungan,” kata Widjajono. (*)

Comments System

Disqus Shortname