Wednesday, October 22, 2014

Penghuni Kapal Selam




“Dobrak! Dobrak! Dobrak! Kita harus dobrak pintu ini. Harus! Dobrak! Dobrak!” teriak seorang lelaki bernama Mutholib berusaha mendobrak pintu sebuah ruangan penjara bawah tanah yang lembab dan jauh dari peradaban. Ruang penjara bawah tanah inilah yang dibawa oleh Zak Sorga, sebagai penulis naskah dan sutradara, ke atas pentas Gedung Kesenian Jakarta 21 hingga 23 Oktober mendatang.

Naskah yang awalnya berjudul Melawan Arus ini ditulis pada tahun 1999 sebagai respon atas kondisi di sebuah negeri dimana tiran dan kekuasaan menjadi dominan, menginjak rakyat yang ratusan juta banyaknya, namun termarjinalkan. Merasa tema ini masih aktual dan timeless, Zak Sorga kemudian menulis ulang naskah pada tahun 2009. Dengan pemantapan struktur dan akhir ceritanya, naskah ini kemudian bertransformasi dengan judul Penghuni Kapal Selam.

Analogi penjara bawah tanah sebagai kapal selam, dimana penghuninya jauh mencapai permukaan, agaknya tepat karena dalam kehidupan nyata banyak orang yang dibungkam dan tak jelas rimbanya, mereka seperti hilang ditelan bumi. Massa dan berita mudah muncul dengan segala opininya, mudah pula tenggelam, begitu seterusnya seperti buih.

Dengan didukung oleh pemain yang berasal dari berbagai latar belakang dan usia, Penghuni Kapal Selam berisikan sepuluh orang ‘berbahaya’ dan pengintimidasi yang culas; Abdul Ghofar, aktivis dakwah senior dengan karakternya yang tenang dan berwibawa, ia adalah orang yang paling ditakuti oleh para sipir; Abdul Muthalib, politikus tua yang stres berat karena dipenjara bertahun-tahun, selalu menggedor-gedor pintu sel, sambil mengacungkan pisaunya dan berteriak-teriak ingin membunuh orang yang telah menangkapnya; Jerio, orator dan aktifis politik yang ambisius, selalu bermimpi jadi orang besar yang akan memimpin negeri ini, berlagak suci dan kuat, padahal sejatinya dia suka menangis sendirian karena menyesali nasibnya; Yon, aktivis dakwah, dipenjara sejak muda, wajahnya bopeng akibat siksaan dan disunduti rokok oleh para algojo saat diinterogasi, ia labil dan gampang percaya pada kebaikan orang; Kukuh, mahasiswa separuh gila akibat siksaan saat diinterogasi, ia selalu ketakutan dan terus berlari-lari karena merasa dikejar-kejar oleh aparat;

Pi’i, mantan tukang es yang bercita- cita untuk terus jualan es kalau sudah bebas nanti; Prawoto, mantan pemimpin perampok yang ingin bertobat, tapi malah diciduk dan dijebloskan dalam penjara, ia telah disiksa sampai buta; Sokle, tukang bengkel elektronik yang dituduh sebagai penggerak massa, jalannya menggelesot-gelesot karena kakinya lumpuh akibat siksaan; Sang Sipir, merasa berkuasa dan kuat dengan mengintimidasi para tahanan, namun dalam hati bertanya siapa yang terpenjara; Juru Runding, berpenampilan perlente, dia pintar sekaligus licik; Si Kutu Buku, pendiam dan misterius.

Siapa sebenarnya para penghuni penjara bawah tanah itu? Siapa pula yang menjebloskan mereka? Sampai kapan mereka diasingkan? Apa pula yang dicari di negeri penuh kepalsuan dan kekerasan tanpa mengenal waktu? Melalui Penghuni Kapal Selam, Teater Kanvas menyuguhkan suatu tontonan satir nan segar yang bisa jadi perenungan banyak orang. (teater-kanvas)

Comments System

Disqus Shortname