Gersekan jendela yang dibuka
membuat silaunya sinar matahari pagi ini.
Aku yang perlahan membuka mata,
melihat ibu yang sudah menggendong adik untuk dimandikan.
“ Reva bantu ibu nak”. Suara yang
memanggil itu membuat aku berjalan pelan kearahnya.
Ibu terlihat sangat repot
mengendong adik dan harus memegang tangan nenek yang berjalan sama seperti anak
kecil yang meminta ini dan itu.
Aku buru-buru mengambil adik dari
ibu yang mulai keringatan.
“Sini bu, adik reva saja yang
menggendong”.
Ibu harus membuka warung dan
membereskan barang dagangan. Melihat perjuangan ibu aku semakin kagum akan jasa
yang telah dilakukan untuk keluarganya dan anak-anaknya.
Pukul
10.30 WIB
Teman-temanku pun sudah tiba
dirumah karena besok ada upacara sumpah pemuda yang harinya jatuh pada hari
rabu 28 oktober.
Akupun mempersipkan buku yang sudah
ada salinan tulisan bunyi sumpah pemuda.
Pertama yang dilakukan adalah
membaca keras-keras kata yang ada dalam sumpah pemuda, yang berbunyi “
Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Dan kami harus mengafalkan itu
karena satu kelas akan ditanya oleh guru kewarganegaraan jika tidak dihafal
akan diberi hukuman.
Keesokan
harinya 06.00 WIB
Hari dimana aku membuka mata, hari
dimana aku melihat media televisi, koran maupun elektronik semua mulai
memberitakan kepedihan mendalam yang dialami oleh para saudara-saudara kita
yang terkena kepungan asap. Disini kita masih bisa tertawa, merayakan sumpah
pemuda dan mengingat sisa-sisa cerita yang dibawa oleh para pahlwan yang sudah
gugur, tapi apa yang terjadi dengan mereka yang disana saat ini? Sampai kapan
masih akan terjadi dan akan semakin menjadi? Apa yang bisa dilakukan? Mereka
yang disana tidak dapat merayakan sumpah pemuda. Mereka yang di sana saat ini
masih berjuang keras dengan penatnya asap yang sudah mulai masuk kesetiap
helaan nafas yang terhirup. Serta berpikir keras sampai kapan ini akan terjadi
dan kapan pemerintah serta semua orang yang terlibat dapat mengatasi ini semua?
Semakin hari semakin banyak korban yang meninggal karena tidak kuat dengan
asap. Pertanyaan yang selalu ada disetiap hatiku saat aku berjalan, saat aku
terdiam, dan saat aku beraktivitas.
Tetapi kita lihat asap yang
mengepung saudara-saudara kita, asap yang mulai beracun dan membunuh mereka
secara perlahan. Asap yang ada karena ulah tangan manusia tanpa memikirkan
akibat dari hal yang dilakukanya.
Aku bertanya kepada ibu
“Kenapa ya bu kok hutanya di bakar
lalu menimbukan asap yang merugikan?” Sambil serius menatap ibu
“ ibu menjawab menurut kamu
kenapa?” Bertanya balik kepadaku
“ karena orang yang membakar hutan
itu tidak pernah membaca bait sumpah pemuda yang pertama bu, mereka tidak
mengaku bertumpah darah yang satu tanah indonesia” Seharusnya mereka tidak
boleh tinggal di indonesia. Bahkan yang tidak hafal saja disekolahan diberi
sanksi apa lagi mereka yang membuat banyak orang rugi bahkan ditinggalkan oleh
orang tercinta harunya akan mendapat hukuman yang lebih
berat lagi. (Alvionitha)