Wednesday, October 28, 2015

Melupakan Bait pertama Sumpah Pemuda


Gersekan jendela yang dibuka membuat silaunya sinar matahari pagi ini.
Aku yang perlahan membuka mata, melihat ibu yang sudah menggendong adik untuk dimandikan.
“ Reva bantu ibu nak”. Suara yang memanggil itu membuat aku berjalan pelan kearahnya.
Ibu terlihat sangat repot mengendong adik dan harus memegang tangan nenek yang berjalan sama seperti anak kecil yang meminta ini dan itu.
Aku buru-buru mengambil adik dari ibu yang mulai keringatan.
“Sini bu, adik reva saja yang menggendong”.
Ibu harus membuka warung dan membereskan barang dagangan. Melihat perjuangan ibu aku semakin kagum akan jasa yang telah dilakukan untuk keluarganya dan anak-anaknya.
Pukul 10.30 WIB
Teman-temanku pun sudah tiba dirumah karena besok ada upacara sumpah pemuda yang harinya jatuh pada hari rabu 28 oktober.
Akupun mempersipkan buku yang sudah ada salinan tulisan bunyi sumpah pemuda.
Pertama yang dilakukan adalah membaca keras-keras kata yang ada dalam sumpah pemuda, yang berbunyi “
Pertama:
Kami poetra dan poetri Indonesia, mengakoe bertoempah darah jang satoe, tanah Indonesia.
Kedoea:
Kami poetra dan poetri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Ketiga:
Kami poetra dan poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.
Dan kami harus mengafalkan itu karena satu kelas akan ditanya oleh guru kewarganegaraan jika tidak dihafal akan diberi hukuman.

Keesokan harinya 06.00 WIB

Hari dimana aku membuka mata, hari dimana aku melihat media televisi, koran maupun elektronik semua mulai memberitakan kepedihan mendalam yang dialami oleh para saudara-saudara kita yang terkena kepungan asap. Disini kita masih bisa tertawa, merayakan sumpah pemuda dan mengingat sisa-sisa cerita yang dibawa oleh para pahlwan yang sudah gugur, tapi apa yang terjadi dengan mereka yang disana saat ini? Sampai kapan masih akan terjadi dan akan semakin menjadi? Apa yang bisa dilakukan? Mereka yang disana tidak dapat merayakan sumpah pemuda. Mereka yang di sana saat ini masih berjuang keras dengan penatnya asap yang sudah mulai masuk kesetiap helaan nafas yang terhirup. Serta berpikir keras sampai kapan ini akan terjadi dan kapan pemerintah serta semua orang yang terlibat dapat mengatasi ini semua? Semakin hari semakin banyak korban yang meninggal karena tidak kuat dengan asap. Pertanyaan yang selalu ada disetiap hatiku saat aku berjalan, saat aku terdiam, dan saat aku beraktivitas.
Tetapi kita lihat asap yang mengepung saudara-saudara kita, asap yang mulai beracun dan membunuh mereka secara perlahan. Asap yang ada karena ulah tangan manusia tanpa memikirkan akibat dari hal yang dilakukanya.
Aku bertanya kepada ibu
“Kenapa ya bu kok hutanya di bakar lalu menimbukan asap yang merugikan?” Sambil serius menatap ibu
“ ibu menjawab menurut kamu kenapa?” Bertanya balik kepadaku
“ karena orang yang membakar hutan itu tidak pernah membaca bait sumpah pemuda yang pertama bu, mereka tidak mengaku bertumpah darah yang satu tanah indonesia” Seharusnya mereka tidak boleh tinggal di indonesia. Bahkan yang tidak hafal saja disekolahan diberi sanksi apa lagi mereka yang membuat banyak orang rugi bahkan ditinggalkan oleh orang tercinta harunya akan mendapat hukuman yang lebih berat lagi. (Alvionitha)

Comments System

Disqus Shortname