Saturday, December 8, 2012

Gene Netto, Mari Berpikir Kreatif


Inspirasi – Bertempat  dikediaman yang berada di Pancoran Barat no.21, Jakarta Selatan. Gene Netto seorang muallaf yang berasal dari Nelson, New Zealand. Berbincang masalah pendidikan di Indonesia hanya satu kata pertama yang beliau sampaikan saat tim inspirasi menanyakan  tanggapannya mengenai pendidikan di Indonesia “Parah,”ungkapnya berekspresi.  “System pendidikan di negeri ini memang perlu di reform,  terlalu banyak mindset  yang terkukung dengan pola kediktatoran sejak zaman orde baru, dimana keilmuan harus diimbangi dengan keimanan dan systemnya harus lebih fokus kepada bakat dan kemampuan peserta didik,”tambahnya.

Memiliki pengalam organisasi yang mumpuni sebagai seorang staf ahli pesantren Yatim Piatu Daarul Qur’an, staf ahli Ikatan Guru Indonesia, dan Pelatih guru Ikatan Guru Indonesia (IGI). Pak Gene Netto menyampaikan bahwa Ujian Nasional (UN) adalah salah satu penghambat untuk kemajuan para peserta didik baik disekolah-sekolah dasar hingga tingkat atas, sehingga yang terjadi orientasi berpikir para siswa hanya sekedar nilai dan prestasi sehingga mengabaikan proses dan moral yang seharusnya bisa terpatri sejak dini untuk kehidupan berakhlak di masyarakat.

Dengan mottonya, Harus Bisa. Gene Netto melatih untuk senantiasa berpikir kreatif, tidak hanya terkungkung dalam satu cara jika dihadapkan oleh masalah melainkan perlunya memiliki 90 cara untuk keluar dari masalah yang dihadapi. Sehingga  otak senantiasa akan dipacu untuk bertindak cerdas. Mengelola pemikiran kreatif ini memang sangat dperlukannya ketenangan dan menglelo emosi dan sikap panikan yang biasa dimiliki orang Indonesia. Sehingga dalam kondisi tenang pikiran kreatif pun akan muncul dengan berbagai bentuk untuk mengeluarkan solusi-solusi brilliant.

Beliau juga menyampaikan bukan karena kapasitas otak orang bule yang lebih cerdas karena faktor genetika, melainkan pelatihan dan pembiasaanlah yang membuatnya terlatih untuk berpikir kreatif, selain itu juga kebudayaan yang mengungkung pola pikir bangsa Indonesia dari zaman orde baru juga sangat menjadi faktor pembentukan mental-mental bangsa Indonesia yang tidak dapat keluar dari kotak.

Begitu miris dengan bangsa yang memiliki mayoritas muslim yang besar namun masih minim akhlak dan keteraturan-keteraturan yang seharusnya diajarkan dalam islam sehingga tidak heran jika Indonesia terus-terusan menjadi Negara berkembang, yakni dikarenakan faktor manusainya. Para pejabat dan pegawai negara juga hanya pandai untuk menggembungkan dirinya sendiri tanpa memperdulikan tetangga sebelahnya misal yang masih kekurangan dan kelaparan. Sehingga hal demikian juga berdampak akan pesimistis dan apatisnya masyarakat secara umum, ‘Indonesia, paling tidak ada yang berubah’.

"Pernah satu kali saat terjadi gempa di Padang, lalu. Saya melihat begitu lambannya para tentara Indonesia untuk menangani para korban bencana. Jika Jepang saja mampu dalam waktu kurang dari satu minggu untuk memulihkan kondisi kehidupan dan logistik para korban bencana, Indonesia memiliki waktu satu tahun dan itupun para korban masih saja berada digubuk-gubuk dan tenda-tenda kumuh. Mengapa hal demikian? Ini karena pola pikir yang tidak kreatif. Hal demikian pernah saya sampaikan melalui pesan singkat kepada Bapak Presiden RI, namun tidak ada balasan. Ini juga yang sangat memprihatinkan bahwa para pemimpin dan pemilik jabatan di Indonesia rasanya enggan untuk mendengarkan dan menerima masukan meski itu baik demi pembangun negeri ini juga,"tutur cerita Pak Gene Netto.

Dengan demikian upaya memperbaiki dan mereform kondisi ini memang berasal dari mindset serta perlunya kembali untuk menumbuhkan nilai-nilai akhlak dan keimanan. Dan mengatur kembali system kurikulum yang diperlukan sejak kelas dasar. Misalnya di sekolah dasar anak-anak sudah diajarkan dan dilatih untuk memiliki jiwa entrepereneurship, dengan membangun jiwa tanggungjawab dan kejujuran sehingga nilai-nilai kemandirian dan kreatifitas bisa terbangun dalam jiwa-jiwa anak Indonesia. (DZ)

Comments System

Disqus Shortname